Tiap ibu ingin anak
mendapatkan yang terbaik. Mulai dari gizi yang mencukupi, sekolah yang bagus,
baju yang layak, dll. Akan tetapi apakah yang kita berikan ke anak-anak sudah
cukup baik? Apa mereka sudah bahagia lahir dan batin?
Well,
postingan
ini muncul karena curhatan seseorang di media sosial. Dia bertanya-tanya,
apakah aku sudah menjadi orang tua yang baik? Penyebabnya adalah berat badan
anaknya turun drastis padahal sudah diberi makanan bergizi.
Setelah membaca
curhatan itu daku juga mikir, apakah sudah menjadi ibu yang baik untuk Saladin?
Ketika ada hal yang tidak sesuai harapan (misalnya dia sakit atau BB-nya
turun), apakah daku sudah layak dipanggil ibu? Hei, mengapa jadi melankolis
begini?
Dinamika
Anak yang Tak Selalu Naik
Sabar, tarik napas
dulu. Tiap anak memang dipantau perkembangannya (melalui KMS atau grafik lain).
Jadi bisa dilihat berapa tinggi dan berat badannya, kesehatannya, dll.
Akan tetapi kadang ada
kejadian yang membuat grafiknya stagnan, bahkan turun. Misalnya si anak habis
sakit, atau memang sedang GTM (gerakan tutup mulut). Lantas jadinya sedih,
sudah berjuang masak yang bergizi eh BB anak malah turun.
Tenang dulu, Ibuuu! Dinamika tinggi dan berat badan anak memang tak selalu naik. Kita tidak bisa menghindari faktor seperti penyakit, kelelahan, atau sebab lain. Yang paling penting anaknya sehat, bukan?
Jangan
Salahkan Dirimu Sendiri
Ketika anak sedang
sakit atau BB-nya turun, memang jadi ujian kesabaran. Akan tetapi jangan pernah salahkan dirimu sendiri. Blaming never solve the problem.
Tiap ibu sudah berusaha
memberi makanan bergizi, mengajak anak untuk menjaga kebersihan, juga
berolahraga. Jadi saat BB-nya belum sesuai harapan, jangan salahkan dirimu
sendiri.
Mengapa ibu jadi
menyalahkan diri sendiri? Yaa karena kebanyakan yang mengasuh anak adalah ibu
(padahal seharusnya kompak dengan sang ayah). Ibu merasa bersalah karena anak
belum sesuai harapan. Akibatnya dia merasa gak becus.
Alasan lain saat ibu
menyalahkan dirinya sendiri adalah ketika dia berada di dalam kungkungan patriarki.
Pernah enggak melihat anak kecil jatuh lalu yang disalahkan ibunya? Ketika
nilai anak jelek maka yang disalahkan lagi-lagi ibunya. Memangnya semua salah
ibu? Lantas apa saja peran ayah di dalam keluarga? Sedih buangeeet.
Selalu
Berkeluh-kesah
Ketika ibu menyalahkan
dirinya sendiri maka dia jadi teracuni oleh pikiran buruk dan akhirnya selalu
berkeluh-kesah di media sosial. Ibu jadi mudah menangis, marah-marah, emosi,
dll. Media sosial jadi sarana untuk menumpahkan isi hati.
Padahal kita tahu bahwa
kebanyakan curhat atau over sharing di
media sosial tidak bagus karena pertama, bisa menunjukkan kelemahan diri.
Kedua, bisa berpotensi di-bully orang
lain karena dianggap cengeng. Kemudian, kalau kebanyakan curhat juga bisa
menularkan energi negatif, dan akhirnya menurunkan jumlah followers.
Teracuni
Standar Sosial Media
Seorang ibu juga bisa
menyalahkan dirinya sendiri karena sudah teracuni oleh standar di sosial media.
Ketika ada profil anak lain yang masih balita sudah pandai bicara seperti orang
dewasa. Ada juga anak jenius yang mahir matematika.
Alih-alih mengagumi,
ibu jadi minder karena anaknya terlihat biasa-biasa saja. Nilainya standar dan
dia belum menang lomba manapun. Akhirnya ibu jadi menyalahkan diri sendiri
karena merasa kurang mengajari anak agar ia bisa meraih prestasi.
Sedihnya ketika sosial
media dulu diciptakan untuk mencari kawan lama dan berkenalan dengan orang baru,
malah jadi ajang untuk kepoin kehidupan orang lain. Sosial media bisa jadi
toksik ketika kita tuh terlalu melihat prestasi orang lain lalu menyalahkan
diri sendiri. Bukannya jadi terinspirasi atau terpacu, malah jadi minder.
Ibu
Sudah Melakukan yang Terbaik
Jadi ibu-ibu di manapun
kalian berada, jangan pernah minder yaa!
Biarkan saja apa yang ada di sosial media karena itu hanya sekilas
kehidupan orang lain. Jangan malah menyalahkan diri sendiri saat punya anak
yang biasa-biasa saja.
Kita tuh sudah
melakukan hal terbaik untuk anak. Misalnya menjaga gizinya, mengatur jam
belajarnya, dll. Saat anak terlihat “tidak memenuhi standar” misalnya ketika
dia kelihatan kurus atau punya kehidupan yang relatif “normal” (tidak glamor
seperti selebgram cilik), jangan galau. Karena kehidupan orang berbeda-beda dan
kita sudah berusaha semaksimal mungkin.
Jangan
Terlalu Menuntut Anak
Apa yang terjadi saat
ibu galau dan merasa anaknya tidak berprestasi? Akibatnya anak jadi korban
karena dituntut harus sempurna. Demi penghargaan “ibu terbaik” maka anak juga
disuruh menjadi yang terbaik dan wajib jadi nomor satu di berbagai hal.
Padahal kita tahu bahwa prestasi ada di bidang akademik dan non
akademik. Ada 8 jenis kecerdasan di dunia. Jadiii kalau misalnya anak belum
mendapatkan ranking di sekolah, jangan nangis dan menyalahkan diri sendiri.
Penyebabnya karena dia lebih suka menggambar dan berkegiatan seni yang lain.
Terapi
Mental
Lantas bagaimana cara
mengatasi perasaan “belum bisa menjadi ibu yang baik?” Kalau memang
berlarut-larut, segera konsultasi ke psikolog. Heei, konsultasi ke psikolog /
psikiater bukan berarti kalian ini gila ya! Tapi memang lagi butuh bantuan
profesional.
Bisa jadi perasaan
“belum bisa menjadi ibu yang baik” muncul karena memang sang ibu terlalu
perfeksionis, sehingga ada cela sedikit dia langsung down. Keadaan ini juga bisa muncul karena ibu dulu (waktu kecil)
terlalu dituntut oleh orang tuanya. Akibatnya dia jadi melakukan hal yang sama
ke anak (tapi anaknya jadi tersiksa dan malah benci sekolah).
Naah untuk memutus mata
rantai pengasuhan yang negatif seperti ini, butuh saran dari psikolog. Nanti
akan diurai apa saja penyebabnya, apa karena buruknya inner child, dll. Ibu wajib sehat lahir batin dan jaga kewarasan,
jangan galau berkepanjangan karena bisa menularkan mood buruk ke seluruh anggota keluarga.
Keluarga
Bahagia Itu Diusahakan
Ingin punya keluarga
yang bahagia? Yaa bahagia itu diusahakan. Kita usaha untuk berbahagia dan menerima bahwa ada keadaan anak yang
belum sesuai dengan harapan.
Penerimaan sangat
penting yaa karena merupakan tahap awal menuju keikhlasan. Jadi ibu harus
menata hati. Bukannya sibuk bergalau ria dan terseret dalam arus kesedihan,
lalu menyalahkan diri sendiri setiap hari.
Kekhawatiran hanya ada
di dalam imajinasi dan jangan overthinking
berkepanjangan. Misalnya saat anak punya BB yang kurang masih bisa dikejar,
kok. Ketika anak belum meraih ranking di sekolah juga masih bisa diajari. Tentu
dengan cara yang baik (tidak memaksa).
Menjadi ibu memang
butuh ketahanan fisik dan mental, oleh karena itu kita tuh jangan terlalu
terpengaruh oleh sosial media (yang bisa jadi toksik karena berubah jadi media
untuk membandingkan anak). Kalau memang pusing, bisa off sosmedan dulu. Daripada bertambah galaunya serta menyalahkan
diri sendiri serta anak-anak.
Ingat ya buu! KAMU BERHARGA. Jangan terlalu
menyalahkan diri sendiri saat anak belum sesuai dengan harapan. Kita fokus ke
kehidupan sendiri dan jangan memakai sepatu orang lain. Anak-anak hanya butuh
ibu yang bahagia, bukan ibu yang sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar