Akhir-akhir ini daku sedang aktif di salah satu sosmed (enggak sebut nama aplikasinya, kalau mau tau DM aja). Di sana sudah 2 kali nemu konten yang bernada sama, “Jangan pamer di media sosial karena ekonomi lagi sulit, nanti ada yang iri.”
UnsplashDaku langsung WHAAAT?
Apalagi banyak yang kasih komentar dan mendukung kalau sedang di posisi “bawah”
maka melihat foto makanan yang di-upload oleh
temannya lalu kelaparan. Jadi mending berempati dan ngalah aja, kagak usah foto
lalu mengunggahnya ke medsos apapun.
Ajakan
untuk Tidak Pamer
Jadi, sebenarnya apa
definisi pamer? Memang benar sih kalau manusia tidak boleh pamer. Salah satu
netizen berkomentar dengan bijak. Katanya, pamer adalah over sharing dan flexing.
Pakai baju bling-bling, pakai perhiasan mencolok (kayak toko emas berjalan),
dll.
Tapi yang kulihat di
media sosial masih dalam tahap “normal”. Walau konten selebgram sekalipun juga
kagak flexing (mungkin ada yang gitu
tapi kagak daku follow). Lantas kalau
begitu, pamer di sebelah mananya?
Fungsi
Media Sosial
Ketika kita menggunakan
media sosial maka ada beragam fungsi. Bisa buat nambah teman baru (networking), ketemu teman lama, sampai
jadi portofolio daring. Apalagi kalau
daku yang takut data di gadget hilang
(dan tidak langganan di penyimpanan berbayar). Mengunggah video atau foto di
media sosial adalah cara untuk menyimpan memori.
Di media sosial
orangnya macam-macam, termasuk yang mengajak untuk tidak upload dengan dalih pamer. Yang bikin ke-trigger adalah daku content creator dengan niche
food. Lha kalau upload foto dan
video makanan dianggap pamer, lalu upload
apaan? Foto diri lalu caption-nya “selamat pagi kakak, salam antar
galaksi eh salam interaksi, gituu?
Di dunia ini ada
banyaaaak sekali yang mengunggah konten tentang makanan dan beragam tujuannya. Selain
buat dokumentasi, branding, juga
karena endorse. Jangan bilang kalau “kita
tuh bukan selebgram” karena kenyataannya tiap orang berpotensi untuk viral,
bukan?
Jangan
Nyinyir
Tolong deh, kurang-kurangi
nyinyirnya! Orang yang mengunggah konten makanan di media sosial tidak berniat
pamer, kok! Kalau memang tidak suka, bisa unfollow
atau blokir sekalian. Tapi tidak usah menghasut orang lain untuk ikut
nyinyir juga.
Bagaimana kabar para
pedagang makanan yang memang sering upload
foto makanan jualannya? Kau bilang mereka pamer? Lantas gimana cara
ngiklannya?
Kita
Tidak Bertanggungjawab akan Emosi Orang Lain
Terakhir, daku mau
bilang bahwa kita tidak bertanggungjawab
akan emosi orang lain. Walau sudah upload
konten sesopan dan sehalus mungkin, tetap saja akan ada kata-kata yang kurang
enak didengar, jika memang netizen itu nyinyir. Tidak usah ragu untuk
mengunggah foto makanan atau foto-foto lain di media sosial, toh tujuannya
baik.
Dalam hidup, perlu pedoman tidak dikendalikan oleh selera dan emosi orang lain. Sebab bisa aja hbi kita jadi dibatasi, yang tadinya ingin selalu simpan memori, malah jadi dilema jika selalu ngikutin selera orang
BalasHapusSeperti itulah ...
HapusUntuk memuaskan hati semua orang memang tak mungkin kan?
BalasHapusYes, uncle.
HapusYang penting mah segala sesuatu itu enggak lebay atau berlebihan... Saya juga ada koq berbagi foto di medsos, selama masih wajar dan gak lebay ya sah" aja.
BalasHapusBetul bangeeet
HapusKita bertanggungjawab atas apa yg kita posting;
BalasHapustapi kita tidak bertanggungjawab atas REAKSI orang lain/ netyjen atas postingan kita.
Itu sudah :)
Setuju banget kak...kita upload karena kita suka dan kita mau udah gt aja titik..entah nanti dibelakang dikatain orang macem2 gak usah ditanggepi kak klo mereka gak suka yg silahkan unfollow klo mereka ttp follow brarti mereka suka dgn yg kota upload ya...
BalasHapusJaman sekarang memang susah kak buat nyenengin banyak org krn terlalu banyak org yg nyinyir ðŸ¤
Hahahahahahaha aku mending follow orang yg suka posting makanan, tempat wisata, drpd ngeliatin postingan yg isinya muka semua 🤣🤣🤣🤣. Ga ada guna dan faedah.
BalasHapusLah kalo postingan makanan, wisata, at least kan ada informasi yg didapat. Walo mungkin blm bisa mencoba saat itu, tp kita JD tahu dan tertarik. Bisa save dulu.
Sebenernya orang2 yg nulis begitu, cendrung iri hati dengki mba. Tp bersembunyi dibalik ajakan JANGAN PAMER. Seolah dia empati, padahal emang sakit ati aja liat postingan makanan temennya 🤣.
Yg kayak gini justru aku delete, block atau unfriend sekalian. Males ada yg toxic.
Saya suka bingung ajakan jangan pamer karena perna lihat, yang dikomentari menurut saya masih wajar sih. Kalau saya pribadi, mendingan saya saja yang menghindari scroll-scroll kalau takut merusak hati, bukannya ngelarang orang share :D
BalasHapusSekarang jamannya aneh banget dirinya yang kesusahan orang lain yg harus mengerti dan paham kondisi dirinya, dirinya yang menahan haus dan lapar orang lain yang harus toleransi untuk ikutan juga haus dan lapar, jadi seolah semua orang senasib sepenanggungan dengan dirinya.. istilahnya pick me banget deh ..hehehe
BalasHapusSegala sesuatu memang selalu dua sisi, mau di maya ataupun di kehidupan nyata. Ketika insan merasa terintimidasi dengan kenyamanan orang lain, pernahkah berpikir orang yang menunjukkan kenyamanannya itu sebenarnya dia sedang berjuang untuk tetap hidup nyaman?
BalasHapusSetiap kita memiliki beban masing-masing, yang tersulit itu memang ketika menanggungnya tidak perlu melihat bagaimana orang lain tapi lebih fokus bagaimana sikap diri atas apa yang sudah diterima, termasuk beban hidup.
Tulisanmu jadi satu ide membuat tulisan hihihi, Makasi kak Avi.
Saya termasuk salah satu orang yang sering upload foto di media sosial. Tujuannya Bukan pamer sih tapi lebih pada penyimpanan memori dan juga menjadi pengingat di masa depan foto-foto yang ada di medsos terutama di FB ada albumnya sendiri jadi ketika butuh lebih mudah mencari
BalasHapusKalau soal begini, sudah lama, Mbak. Bahkan dulu posting kalau cerita dimuat atau buku terbit, dibilang ria. Padahal ini termasuk personal branding. Bagaimana orang tahu kalau saya penulis buku cerita anak, kalau saya tidak mengenalkan diri dengan karya saja. Dan dari postingan ini, malah membuka peluang saya juga.
BalasHapusJadi saya setuju, selama apa yang kita posting baik dan bermanfaat, semangat karena bukan tanggung jawab kita dengan emosi masing-masing orang hehehe.
Kalau untuk makanan dan wisata yang dikunjungi, memang menurutku gak ada masalah mbak.
BalasHapusOversharing itu sepertinya jika kita share hal-hal yang seharusnya bersifat privasi, seperti masalah rumah tangga, layout isi rumah, serta data-data pribadi lainnya. Khawatirnya ada pihak yang mempelajari dan memanfaatkan data itu untuk niat jahat.
Setuju banget! Media sosial itu tempat berbagi, bukan ajang pamer, apalagi kalau tujuannya positif. Kalau nggak suka, kan bisa skip atau unfollow, nggak perlu nyinyir. Kita nggak bisa ngontrol perasaan orang lain, tapi bisa pilih tetap berkarya tanpa merasa bersalah. Jadi, unggah aja selama itu bermanfaat dan membawa kebahagiaan!
BalasHapusPernah nemu komenan yang seperti mbak Avi maksud, aku sendiri heran, pamer dari sisi mananya, terus dihubung-hubungkan sama ekonomi. Ya kalau soal ekonomi memang nggak menutup mata, kalau di beberapa wilayah ada yang tertinggal.
BalasHapusbahkan dulu pernah ada yang bilang di berita, kalau ekonomi negara sendiri sedang lesu, ehhh sapa sangka kalau di event travel fair, banyak yang rela antri dari subuh ke mall buat dapetin antrian masuk.
yang dibilang mba avi banyak benernya, kalau posting makanan di bilang pamer, terus mereka yang punya usaha buka warung makanan atau cafe masa ga boleh mamerin menu di cafenya, sekali-kali gak papa
Jaman sekarang memang perlu media sosial, terutama bagi yg mau jualan ya. Gimana orang tahu produk/jasa kalau tidak lewat media sosial? Tentang orang yang berpikiran negatif, yah kita gak bisa bikin semua orang bahagia. IMHO, jangan merugikan orang lain, jangan bikin kabar gak bener . Kecuali kita craving for attention dan siap sm segala resikonya :)
BalasHapusSebenarnya bisa dilihat dari postingan itu sendiri, informasi yang disampaikan mengarah ke mana, karena bakal kelihatan semisal "cuma pamer" atau "kasih ingin karena berjualan atau promosi produk".
BalasHapusJadi inget, aku pernah di tegur sama followers karena suka posting video atau foto makanan. Entah lagi proses baking atau memang review makanan. Ya aku kasih paham kalau aku upload bukan maksud pamer, tapi memang personal branding ku bahas makanan dan jalan-jalan jarak dekat pake kendaraan umum.
BalasHapusTapi ya namnya udah mikir berlebihan ngga mudeng juga dianya. Maka ku sarankan unfollow akun ku saja. Terus satu masa, aku ajak dia buat temenin review tempat makan dan syukurnya dia paham. Bahkn nyeletuk "capek ya bikin konten dan nggak mudah". Yah memang gituuu😅.
Sosial media itu memang tempat orang menceritakan hal-hal baik dan menyenangkan. Misal mudah iri, better ngga sah install aja dari pada jadi juliders. Terkait oversharing ini aku pun suka masih berhati-hati, jangan smpe curcol berlebih di socmed apalagi soal keluarga dan yang privasi bahaya juga soalnya.
Pusing juga kalau ngikutin pendapat orang yang terlalu nyinyir. Bikin kepikiran tiap mau upload foto di medsos.
BalasHapusJadi kalau aku pribadi enggak mikirin pendapat orang lain yang negatif seperti itu, sih. Yang penting tujuan posting aku baik dan enggak berlebihan. Gak ada maksud melukai perasaan orang lain. Udah gitu aja.
Kalau reaksi orang jadi beda, ya biarin. Toh kita gak bisa menyenangkan semua orang kan, ya ☺️
Thread ya Avi agak sungkan mau posting apa-apa di sana karena bakal ada yang komentar: bersyukurlah saya belum stok apapun karena ngga ada uang, atau ih senangnya..di rumahku beras pun ngga ada..nyesek dan sedih bacanya..jadi mending posting di IG atau lainnya..di Thread buat baca cerita orang hihi..
BalasHapuskita tidak bertanggungjawab akan emosi orang lain, mantap statement ini
BalasHapusMemang yang bisa kendalikan adalah emosi kita sendiri ya mbak
Unik banget netijen zaman sekarang.
BalasHapusTuntutan banyak dan kadang belum tentu itu pendapatnya dia sendiri.. dia ngikut dari komen sebelumnya. Atau lebih lucunya, dia pingin di notis, jadi pendapatnya nyeleneh gituu.
Sring sring ketemu aman orslang, ngobrol dan berinteraksi secara langsung tuh ternyata penting banget yaah.. jadi paham arah dan tujuan seseorang melakukan hal tersebut.
Kalau saya pribadi pokoknya kalau mau upload atau nulis apapun niatkan aja buat sharing dan simpan memori plus happy aja dengan apa yang kita lakukan dan tidak berlebihan dari pemilihan katanya, photo atau videonya juga tidak mengandung pelanggaran, kalau ada niat lain dari itu saya biasanya cancel, misalnya terbersit pamer atau ada takut menyinggung orang. Selebihnya dari itu benar-benar karena happy saja. Terus kalau melihat postingan orang lain, positif saja nanggapinnya, kalau ada yang kurang sreg cukup di kepala kita saja, kalau memberikan energi negatif, skip saja, as simple as that. Jadi kata pamer itu balik lagi ke niat sama bagaimana cara pandang kita. Karena ga ada istilah pamer ketika ornag sharing kalau kita melihat sisi positifnya dari mereka, itu pemikiran saya
BalasHapusYah kalau ada yang bilang "jangan pamer karena ekonomi sedang sulit", balikin saja "jangan pamer seakan sudah bijak, karena orang bijak sebenarnya ga akan nyuruh orang untuk ga pamer"... Gitu aja bunda.. Biar seru..
BalasHapusPada dasarnya, media sosial memang salah satu tempat manusia untuk menunjukkan "jati diri", meningkatkan status", dan lain lain. Jadi, kalau ada yang mau pamer sekalipun, ya tidak masalah... lagi juga, sebuah tindakan dipandang pamer atau tidak sifatnya subyektif dan ga sama.
Ada yang menganggap memperlihatkan makanan itu sebagai pamer, tetapi mungkin yang mengunggah sendiri cuma sekedar iseng..
Tidak ada patokan, jadi biarkan saja kalau ada yang sok bijak bilang jangan pamer.. karena sebenarnya dia sendiri sedang memamerkan "bahwa dirinya orang yang bijak dan punya empati bagus".. Jadi dia boleh pamer, kenapa kita tidak.. iya kan? :-P :-P :-P
Beginilah pikiran dari seorang ronin bengal...