Disclaimer! Daku tidak menganggap ibu anak istimewa itu ‘minus’ karena menderita ya. Namun ini based on my story ketika harus menguatkan hati karena punya anak yang berbeda.
Saladin!
Berkali-kali kusebut
namanya. Namun dia tidak ada. Di mana dia? Kucari di balik selimut, tidak ada. Di
kolong kasur, tidak ada juga. Ternyata dia sedang nangkring santai di atas
pintu!
Di lain hari, Saladin
tidak ada di rumah. Ternyata dia sedang asyik memanjat pohon. Aku sih santai
saja karena tahu dia akan bisa turun sendiri, atau langsung loncat gitu aja
dari atas. Namun orang lain yang heboh dan menyuruhnya untuk segera turun.
Begitulah hari-hariku
menjadi ibu dari anak istimewa. Meski sekarang Saladin sudah cukup tenang, tapi
di 5 tahun pertama usianya, dia susah
diam dan enggak karu-karuan. Belum lagi lonjakan emosinya yang bikin pusiiiing.
Ibu
dan Anak Menjadi Korban Bully
Saladin pun sempat di—bully bahkan pernah dikeroyok oleh anak
dan cucu tetangga. Untung saat itu ada emak (alm) alias ART mama yang melihat,
dan langsung menegur mereka sampai bubar. Meski kejadian ini sudah cukup lama
tapi tetap membekas.
Daku sebagai ibunya
juga ikut di-bully. Dibilang tidak
bisa mendidik, kurang perhatian, sampai disuurh keluar dari pekerjaan (padahal work from home). Apa salahku jadi ibu
dari anak istimewa?
Manajemen
Stress Ibu yang Punya Anak Istimewa
Memang punya anak
istimewa itu bikin stress dan rentan di-bully.
Sehingga harus pandai manajemen stress
dan emosi, serta menyempatkan untuk me
time. Kalau daku, setelah pindah rumah, Alhamdulillah punya lingkungan yang
lebih kondusif, sehingga mengurangi stress.
Kurangnya
Sosialisasi Tentang Anak Istimewa
Mengapa ada cibiran dan
dan bullying? Penyebabnya karena
belum banyak sosialisasi tentang anak istimewa. Jadi masyarakat ada yang belum
paham apa itu anak ADHD, autis, hiperaktif, dll. Mereka hanya menganggap ‘nakal’
padahal bukan….
Jangan
Panggil Mereka Nakal
Sakit banget kalau anak
dibilang nakal padahal dia hanya sedang
melatih motoric kasarnya dengan cara memanjat pohon. Bagaimana bisa dia dibilang
nakal padahal tidak melempar batu ke orang lain atau melakukan tindakan yang di
luar nalar? Jangan sembarangan mengecap anak ‘nakal’ padahal dia sebenarnya
adalah anak aktif.
Mencintai
Anak Apa Adanya
Terakhir, daku berpesan
kepada seluruh orang tua yang diamanahi anak istimewa, cintai mereka apa
adanya. Terimalah semuanya karena seeunik apapun kelakuannya, mereka adalah
anugerah dari yang Kuasa. Jangan malah diabaikan atau dimarahi karena dianggap
tidak bisa anteng. Haloo, kalau mau anak anteng ya sudah, gendong boneka saja!
Punya anak istimewa memang
challenging. Setelah menerima dan
mencintai anak apa adanya, selanjutnya apa? Mendidik dengan penuh kesabaran dan
kasih sayang. Percayalah, anak bisa diajari kok, walau keadaan mereka sedikit
berbeda, dan kelak menjadi orang sukses.
Peluk dari jauh mama Saladin. Miris jika orang dengan mudahnya menghakimi, semoga mereka segera tersadar dan muncul empati sehingga bisa membantu, paling tidak mereka tidak ikutan menghakimi lagi
BalasHapusMbak Avi hebat karena Allah pilih menjadi seorang ibu dari Saladin yang luar biasa. Pasti akan ada hikmah dibalik keistimewaan Saladin ini.
BalasHapusTetap semangat, Mbak
Saya bisa merasakan apa yang dirasakan Mbak Avi. Masyarakat Indonesia memang masih sangat yang tidak bisa melihat sesuatu yang tidak biasa. Misalnya anak badannya bagus saja dibandingkan dengan anak lain, diledek gendut. Dan itu awalnya dari para orang tua, lalu para anak ikut-ikutan meledek. giliran anaknya ditegur, orang tuanya jadi tameng, aah.. namanya saja anak-anak.
BalasHapusYaa Allah masih aja ada yang bully ya. Belum puas bully anaknya, orang tuanya juga kena. Padahal nggak mudah membesarkan anak itu. Semangat yaa Bunda Saladin 😍
BalasHapusSosialisasi tentang anak istimewa berarti gak hanya diperuntukkan buat keluarga atau orangtuanya aja ya, tetapi juga lingkungan alias semua orang, biar paham cara menghadapi dengan cara yang bijak kek mana
BalasHapusMaasyaaAllah.. Semangat ya, bunda Saladin. Semoga selalu bisa memanajemen stres dan emosi, biar jadi ladang pahala buat kita. Aamiin..
BalasHapusBismillah ya mbaa, semoga bisa membersamai Saladin dan perlu diinget bahwa keberkahan hidup itu ngga hanya soal materi dan kesuksesan anak. Melihat anak tetap dalam iman dan islam (pdhl ini juga susah) sebenernya kita sudah sukses kok di mata Allah
BalasHapusUmur segitu emg lagi aktif2nya ya bund. Biarkan aja. Jgn dilarang. Ntr kalo kebanyakan dilarang,, anak jd ga bs belajar. Asal ga sampe membahayakan diri. Meski polah si kecilku yg cwek ya mirip dgn Saladin ini. Naik2 pohon. Kyknya dia tomboy deh. Wkwk.
BalasHapusAamiin...
BalasHapusSetiap anak itu istimewa ya
Saya salut dengan orang tua yang diamanahi anak berkebutuhan khusus. Tandanya Tuhan memilih dan menunjukan kalau orang tuanya juga special. Apalah kami mungkin kesabaran juga hanya seujung kukunya dibandingkan para orang tua yang special itu
Biasanya anak-anak istimewa seperti Saladin ini di satu sisi bikin orang sekitarnya ketar-ketir sehingga secara gak sadar jadi labelling, tapi di sisi lain, anak -anak aktif begini biasanya kreatif dan problem solver yang baik.
BalasHapusIni salah satu kelebihan anak istimewa yang challenging bagi orangtuanya.
Padahal, dari sisi anak mah.. wajar yaa.. ((menurut mereka, karena selalu ada tujuan dibalik apa yang dilakukan)).
Keren Mbak, langsung dikasih disclaimer dulu di awal. Biar pembaca tidak salah mengerti. Menjadi orang tua dengan anak berkebutuhan khusus memang tidak mudah. Pada kenyataannya, masyarakat kita belum juga teredukasi dengan baik soal ABK. Sulit adalah kondisi yang harus divalidasi keberadaannya memang, bukan berarti sebuah kekurangan.
BalasHapusTetap semangat mbak! Kebetulan aku jug apunya keponakan yang istimewa dan melihat perjuangan ibunya dalam mengupayakan anaknya untuk bisa bersosialisasi memang seefort itu dan harus memiliki kesabaran seluas samudera :)
BalasHapusmasyaallah keren Bunda..tetap strong untuk Saladin, btw saya lagi baca kisah Saladin di salah satu buku..masyaallah banget kisahnya..semoga Saladin bisa seperti pahlawan islam yang pemberani, Salahuddin Al Ayyubi
BalasHapus