Jumat, 08 November 2024

Happy Birthday Saladin! 12 Tahun yang Menyenangkan, Sekarang dan Selamanya

Alhamdulillah, tanggal 8 November 20024 Saladin resmi berusia 12 tahun. Tidak terasa! Kayaknya baru saja daku lahiran di sebuah RSIA di Kota Malang, lalu menyusui dan mengasuhnya. Eeh ni bocah sudah segede ini. Tahun depan SMP!



Hari-Hari Saladin yang Menyenangkan

Saladin jarang bercerita tentang kegiatannya di sekolah (karena dia introvert jadi kudu ditanya dulu). Namun Alhamdulillah komunikasi dengan bunda guru dan bunda kepala sekolah sangat lancarr. Mereka sering WA dan cerita kalau Saladin di sekolah sudah jarang tantrum, mulai tertib, mau ikut piket kelas, dll.

Read: Memahami Anak Introvert

Di rumah, Saladin pun tak kalah happy. Sepulang sekolah langsung tertib ganti baju, makan siang (sekolahnya Cuma setengah hari), lalu istirahat. Boleh main game atau nonton sejenak, lalu belajar mandiri.



Iya sih, di sekolah jarang ada PR. Akan tetapi Saladin antusias belajar. Kalau dulu waktu balita sampai sekarang juga sih) dia suka belajar aksara Rusia, Korea, dll. Sekarang dia  lagi demen belajar coding, belajar mekanika, electron, bahkan menghafal tabel unsur kimia. Semua dilakukan dengan happy tanpa disuruh olehku.

Read: Ultah Saladin yang kesebelas

Kok bisa? Iyaa karena Saladin sudah kuajak untuk suka belajar dan mencintai ilmu pengetahuan, sejak dia masih dalam kandungan. Apalagi dulu kan daku sempat bed rest selama trimester pertama. Jadi baca buku ajaa, daripada bosan di kamar terus, sampai sehari bisa baca 200-300 lembar buku.

Anak yang Responsif dan Cepat Tanggap

Yang kusyukuri selama jadi bundanya adalah, Saladin tumbuh jadi anak yang cepat tanggap. Dia mau bantu mengambilkan baju kering di jemuran. Tanpa disuruh, dia  juga mau menyapu lantai.



Ini salah satu keuntungan menyekolahkan anak di tempat yang tepat. Di SD Alam, Saladin diajari untuk menjaga kebersihan dan cepat tanggap. Namun sebelum dia masuk SD juga sudah kuajari untuk bertanggungjawab, dan tidak mengamuk saat dia tidak sengaja melakukan kesalahan.



Misalnya saat Saladin masih balita, dia tak sengaja menumpahkan air dari teko. Ternyata dia berusaha mengambil minum sendiri, tapi karena tekonya berat, dia tidak kuat, lalu airnya tumpah. Beneran deh! Jadi orang tua kudu sabarrrr, karena kalau ngamukan dan suka melarang-larang, anak jadi mutung dan akibatnya kehilangan inisiatif.

Pola Pengasuhan Saladin

Lantas bagaimana pola asuh Saladin selama ini? Apalagi dia anak tunggal? Hei, walau anak tunggal belum tentu dimanja, tapi dididik seperti ini:

1. Penuh Kasih Sayang

Daku meniru papaku (mbah okonya Saladin) yang menyebut anak-anaknya dengan sebutan ‘sayang’. Bukan hanya disebut, tapi anak juga beneran disayang. Misalnya dibangunkan dengan cara lembut (bukan diteriakin atau disiram air), dielus-elus, dll.

                                    Saladin bersama mbah  uti dan mbahh oko

Efeknya? Saladin tumbuh jadi anak yang penyayang dan suka memeluk bundanya. Suka kasih kejutan juga, misalnya tiba-tiba ngasih sekotak siomay, mencium pipi bunda, dll.

Read: Cara Membangunkan Anak

2. Tidak Memaksa



Daku juga enggak suka memaksa anak. Misalnya saat dia belum mau potong rambut, ya sudahlah. Untung di sekolah juga boleh gondrong. Tapii kalau poninya sudah panjang, baru kubujuk untuk potong poni, karena takut menutupi mata. Kalau dibujuk dia mau, tapi dipaksa ya emoh.

3. Memberi Contoh

Anak akan lebih menurut ke orang tua kalau diberi contoh. Misalnya dengan tertib buang sampah, langsung mencuci piring setelah makan, dll. Ada lho bapak-bapak yang habis makan, piringnya digeletakkan gitu aja di meja (minta dijewer!). Bahaya! Nanti ditiru anaknya.

4. Tetap Tegas

Akan tetapi, kasih-sayang bukan berarti pemanjaan yang berlebihan. Saladin tetap dididik dengan tegas, apalagi dia anak laki-laki. Dia tetap wajib bantu beres-beres di rumah, belajar masak (minimal bisa bikin teh dan mie instan sendiri), dll. Ketika salah juga tetap ditegur dan dihukum (ini bagian bapake).



Di ulang tahunnya yang ke-12, kuharap Saladin tumbuh jadi anak yang cerdas, mencintai ilmu pengetahuan, tertib, dan penuh kasih-sayang. Kami masih sering berkhayal. Misalnya bisa travelling berdua sampai ke luar negeri. Semoga Saladin makin sehat dan sayang bundanya.

 

Kamis, 07 November 2024

Derita Ibu yang Punya Anak Istimewa

 Disclaimer! Daku tidak menganggap ibu anak istimewa itu ‘minus’ karena menderita ya. Namun ini based on my story ketika harus menguatkan hati karena punya anak yang berbeda.

Saladin!

Berkali-kali kusebut namanya. Namun dia tidak ada. Di mana dia? Kucari di balik selimut, tidak ada. Di kolong kasur, tidak ada juga. Ternyata dia sedang nangkring santai di atas pintu!





Di lain hari, Saladin tidak ada di rumah. Ternyata dia sedang asyik memanjat pohon. Aku sih santai saja karena tahu dia akan bisa turun sendiri, atau langsung loncat gitu aja dari atas. Namun orang lain yang heboh dan menyuruhnya untuk segera turun.

Begitulah hari-hariku menjadi ibu dari anak istimewa. Meski sekarang Saladin sudah cukup tenang, tapi di 5  tahun pertama usianya, dia susah diam dan enggak karu-karuan. Belum lagi lonjakan emosinya yang bikin pusiiiing.

Ibu dan Anak Menjadi Korban Bully

Saladin pun sempat di—bully bahkan pernah dikeroyok oleh anak dan cucu tetangga. Untung saat itu ada emak (alm) alias ART mama yang melihat, dan langsung menegur mereka sampai bubar. Meski kejadian ini sudah cukup lama tapi tetap membekas.



Daku sebagai ibunya juga ikut di-bully. Dibilang tidak bisa mendidik, kurang perhatian, sampai disuurh keluar dari pekerjaan (padahal work from home). Apa salahku jadi ibu dari anak istimewa?

Manajemen Stress Ibu yang Punya Anak Istimewa

Memang punya anak istimewa itu bikin stress dan rentan di-bully. Sehingga  harus pandai manajemen stress dan emosi, serta menyempatkan untuk me time. Kalau daku, setelah pindah rumah, Alhamdulillah punya lingkungan yang lebih kondusif, sehingga mengurangi stress.

Kurangnya Sosialisasi Tentang Anak Istimewa



Mengapa ada cibiran dan dan bullying? Penyebabnya karena belum banyak sosialisasi tentang anak istimewa. Jadi masyarakat ada yang belum paham apa itu anak ADHD, autis, hiperaktif, dll. Mereka hanya menganggap ‘nakal’ padahal bukan….

Jangan Panggil Mereka Nakal

Sakit banget kalau anak dibilang nakal  padahal dia hanya sedang melatih motoric kasarnya dengan cara memanjat pohon. Bagaimana bisa dia dibilang nakal padahal tidak melempar batu ke orang lain atau melakukan tindakan yang di luar nalar? Jangan sembarangan mengecap anak ‘nakal’ padahal dia sebenarnya adalah anak aktif.

Mencintai Anak Apa Adanya

Terakhir, daku berpesan kepada seluruh orang tua yang diamanahi anak istimewa, cintai mereka apa adanya. Terimalah semuanya karena seeunik apapun kelakuannya, mereka adalah anugerah dari yang Kuasa. Jangan malah diabaikan atau dimarahi karena dianggap tidak bisa anteng. Haloo, kalau mau anak anteng ya sudah, gendong boneka saja!   



Punya anak istimewa memang challenging. Setelah menerima dan mencintai anak apa adanya, selanjutnya apa? Mendidik dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Percayalah, anak bisa diajari kok, walau keadaan mereka sedikit berbeda, dan kelak menjadi orang sukses.

Minggu, 03 November 2024

Anak Laki-Laki kok Cengeng?

 Mama!

Air mata menetes terus ke pipinya. Saladin yang baru bangun tidur lalu memelukku erat-erat. Tumben dia menangis pagi-pagi? Padahal dia sudah 12 tahun, dan seingatku terakhir dia bangun sambil mewek adalah ketika berusia 5 tahun.



Setelah itu Saladin kupeluk erat-erat. Dia pun perlahan berhenti menangis. Kujelaskan kalau tadi itu aku keluar sebentar untuk beli sarapan, bukan pergi jauh dan meninggalkannya selama berhari-hari.

Boys Don’t Cry?

Punya anak laki-laki adalah sebuah anugerah sekaligus tantangan. Sebagai orang tua, kita tuh wajib mendidiknya agar jadi anak yang mandiri, berani, tegas, tegar, sekaligus kreatif. Karena laki-laki adalah calon pemimpin rumah tangga, jadi tidak boleh lembek.



Tak heran ada ungkapan boys don’t cry. Tapi  apakah berlaku untuk semua anak laki-laki? Lantas ketika dia menangis, entah karena mimpi buruk atau hal lain, malah dimarahi habis-habisan?

Menangis Bukan Cengeng

Mari kita sadari bahwa tangisan bukan berarti cengeng dan anak laki-laki boleh menangis. Karena itu adalah salah satu bentuk emosi. Asalkan menangisnya tidak berlarut-larut.



Apalagi kalau anakknya tipe melankolis yang memang cenderung lebih sensitif. Perasaannya lebih halus dan hatinya lembut. Jika dia menangis belum tentu cengeng. Jangan malah diejek dan dibilang, ‘Idih, kok nangisan, kayak anak cewek!’ Padahal anak laki-laki maupun perempuan boleh menangis, asal setelah itu ditenangkan.

Mencari Penyebabnya

Daripada emosi ketika anak menangis, lebih baik mencari penyebabnya. Bisa jadi anak mewek karena habis mimpi buruk. Bisa jadi dia menangis karena sakit, atau lagi caper aja. memang kudu sabar seluas samudera menghadapi anak menangis, sambil mencari sebabnya.

Memvalidasi Emosi Anak

Setelah dapat penyebab tangisan anak, baru kita validasi emosinya. Jadi anak dikenalkan bahwa ada bermacam-macam emosi, termasuk kesedihan. Tangisan harus diterima dan diresapi. Baru setelah itu anak ditenangkan dengan cara dipeluk. Bukannya disangkal atau dicegah, lagi-lagi karena alasan boys don’t cry.



Anak yang perasaannya tidak divalidasi bisa berbahaya lho. Dia bisa jadi lebih mudah emosi atau berlarut-larut dalam kesedihan, kelak ketika dewasa. Kalau masih bingung bagaimana cara memvalidasi emosi anak, bisa konsultasi ke konselor keluarga atau psikolog.

Menenangkan Orang Tua

Lantas bagaimana jika anak nangis tapi kita tuh jadi emosi dan malah rasanya pengen mukul? Wahh, bahaya banget. Bisa jadi ada inner child yang belum sembuh. Karena dulu pas kecil, kita terlalu sering dimarahi saat menangis, jadi pas dengar anak nangis bukannya kasihan tapi malah marah-marah.



Tenang dulu, tarik nafas panjang. Kalau memang inner child masih ada, ya butuh disembuhkan dengan cara terapi. Bisa dengan cara belajar mindfulness atau konsultasi ke psikiater. Ingat ya,  ke psikolog atau psikiater bukan berarti gila. Namun adalah salah satu usaha untuk menyembuhkan luka batin sehingga akkan terjadi keseimbangan mind, body, and soul.

Menghadapi anak yang menangis pagi-pagi memang butuh kesabaran yang luar biasa. Anak-anak jangan dipaksa diam atau malah dibentak, nanti malah tambah sakit hati. Jangan juga mengecap anak dengan sebutan ‘cengeng’ karena bisa jadi dia belum paham bagaimana cara memvalidasi emosinya.

Jumat, 01 November 2024

Ketika Ibu Beranak Satu Dibully di Media Sosial

Entah mengapa beberapa Minggu ini marak bullying. Bukan di dunia nyata tapi di sebuah media sosial. Yang mana? Yang itu lhooo, yang isinya orang bikin konten (banyak yang pemula), dan selalu bilang "salam interaksi".


Yang bikin sedih tuh daku kena bully juga. Kan anakku cuma sebiji yaitu si Saladin Al Ayyubi. Karena pengguna medsos tersebut mencemooh ibu-ibu yang anaknya cuma satu. Bahkan bullying beramai-ramai, mirip black campaign.






Alasan mereka yang membully adalah: kasihan anaknya jika tidak punya saudara. Nanti kalau sudah dewasa bagaimana? Tidak ada saudara untuk berkeluh-kesah, tidak bisa bergantian jaga orang tua.


Habis itu daku enggak komentar sih cuma shock aja. Haaah? Lha wong yang punya anak lho orang lain. Mengapa dia yang repot?





Anak orang lain ya biarkan saja. Kurang kerjaan banget kok mikir nasib orang lain? Mbok ya daripada melakukan bullying, mending ngepel rumah, masak yang enak dan sekalian bikin konten. Daripada mencemooh dan menambah energi negatifnya sendiri.



Bullying yang Menyesakkan Dada


Enggak sekali ini daku kena bully. Kira-kira setahun lalu, ada yang tanya (di grup WA) mengapa anakku cuma satu? Ya kujawab karena alasan kesehatan. 




Yaa ada something inside my womb dan berbahaya kalau hamil lagi. Beneran deh dulu hamil Saladin penuh drama. Mulai dari hampir keguguran, pendarahan, berkali-kali ke dokter, disuruh bed rest dan minum obat penguat, dll.





Namun si pembully (yang punya 6 anak) malah dengan entengnya bilang ya gakpapa. Hamil dan melahirkan aja. Toh kalau melahirkan dan meninggal, nanti masuk surga 



Haaah? Your mouth! Masalahnya daku belum mau mati. Kasihan juga anaknya atuh. Gile aja kok bisa dia bilang gitu (tapuk online dipersilahkan).


Tidak Siap Menerima Perbedaan di Dunia


Daku pun menceritakan ini ke salah satu sahabat. Kami akhirnya berkesimpulan bahwa bullying terjadi, salah satunya karena masyarakat kita dipaksa untuk seragam. Jadi tidak siap menerima perbedaan.




Jangankan yang child free. Yang punya anak satu aja juga salah. Anak dua masih aja kurang. Anak tiga disuruh nambah. Namun anaknya empat dibilang kebanyakan. Maunya apaa? 


Parenting Anak Tunggal


Daripada membully bukankah lebih baik fokus ke keluarga sendiri? Memang menyesakkan kalau kita udah happy. Eh ada orang lain yang membandingkan kondisinya dengan kita, lalu menyalah-nyalahkan.




Daku sekarang fokus mengasuh Saladin agar bisa bahagia. Meski dia anak tunggal tapi tidak dimanja. Bahagia bukan berarti memanjakan. Namun mengajarkan dia untuk cinta lingkungan, mandiri, dan bertanggungjawab.




Bagaiman teman-teman. Ada yang pernah kena bully juga? Atau ada yang punya anak tunggal juga?