Siapa suka baca buku (alm) NH Dini? Karya-karya beliau ada banyaak banget mulai dari Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, sampai Gunung Ungaran. Beliau sangat produktif menulis bahkan sampai usia senja.
Akan tetapi kali ini
daku tidak membuat ulasan buku, melainkan membahas parenting ala Bu Dini. Meski
beliau menulis karya sastra tapi ada ajaran yang bisa dipetik dan diterapkan
dalam mengasuh anak. Bu Dini punya 2
anak (yang sekarang sudah dewasa) yakni Marie-Claire Lintang Simonetti dan
Pierre Louise Padang Coffin.
Mendidik
dengan Terbuka
Di salah satu bukunya,
mendiang Bu Dini bercerita bahwa beliau mendidik dengan terbuka. Penyebabnya karena
dulu beliau diajari untuk tetap diam (parenting
feodal banget yaa). Akibatnya hal ini menyebabkan terjadinya pemberontakan
pada masa dewasa.
Anak-anak bisa kok
diajari dengan terbuka. Mereka diberi tahu, misalnya saat orang tuanya sedang
mengalami krisis keuangan, jadi uang sakunya dikurangi. Tentu disesuaikan
dengan bahasa anak-anak dan tidak disampaikan dengan cara menakut-nakuti.
Jika anak sudah diajari
seperti ini maka mereka juga akan terbuka ke ayah dan bundanya. Misalnya ketika
anak dipukul temannya, akan cerita. Bukannya ngumpet sambil nangis.
Read: Sayang, Mengapa Kamu Menangis?
Merengkuh
dengan Kasih Sayang
Ssuatu sore ketika
Padang masih kecil, dia takut untuk masuk rumah, karena celananya sobek. Bu Dini
kala itu bilang tidak apa-apa. Yang penting bilang dengan jujur.
Namanya anak-anak yaa,
kadang takut dimarahi. Tapi kita tuh wajib ingat bahwa kesalahan mereka (jika
tidak fatal) wajib dimaafkan. Karena kasih-sayang adalah segalanya.
Menerangkan
dengan Sabar
Sekitar tahun 70-an, Bu
Dini dan keluarga mudik ke Indonesia. Kala itu Padang yang masih balita
terkesima melihat ikan hidup. Bu Dini menerangkan dengan sangat sabar bahwa itu
ikan yang biasanya di-fillet lalu digoreng dan dihidangkan di meja makan.
Daku sudah bilang
berkali-kali di sini bahwa kunci parenting adalah SABAR. Jadi emang gak boleh emosian ke anak dan wajib mengajari
dengan sepenuh hati.
Memotivasi
agar Anak Terus Maju
Di salah satu bukunya,
Bu Dini pernah bercerita kalau Lintang gagal dalam ujian di sebuah akademi. Putri
sulungnya kecewa karena baru kali ini mendapatkan kegagalan. Akhirnya Bu Dini
(yang sudah memisahkan diri dari ayahnya Lintang) menawarkan liburan di Prancis,
sebagai pelipur lara.
Ketika berlibur,
Lintang menangis tersedu—sedu. Bu Dini memotivasi dan berkata bahwa saingan
untuk masuk akademi sangat banyak dan mereka lebih berpengalaman, juga lebih
tua. Penyebabnya karena Lintang pernah masuk kelas akselerasi. Setelah liburan
dan bertemu teman-temannya, Lintang kembali ceria.
Membebaskan
Pilihan Karir Anak
Lintang bekerja sebagai
pengajar dan yogi sedangkan Padang menjadi animator. Bu Dini tidak saklek dan
mengatur bahwa anak-anaknya harus menjadi penulis seperti beliau, atau menempuh
karir tertentu. Kala itu, sangat jarang orang tua yang membebaskan anak untuk
bekerja di bidang apa, tapi Bu Dini memang lain dan sangat revolusioner.
Read: Review Buku Gunung Ungaran, Karya Terakhir NH Dini
Tetap
Berkomunikasi Meski Jauh
Ketika Bu Dini pulang
ke Indonesia, otomatis berpisah dengan anak-anaknya. Meski tinggal di beda
benua (Lintang di Kanada dan Padang di Prancis) tapi mereka tetap
berkomunikasi. Jika dulu hanya bisa lewat surat dan telepon, maka setelah tahun
2000-an komunikasinya via email.
Mendiang Bu Dini secara
tidak langsung mengajar para pembaca untuk jadi ibu yang baik, yang sabar, dan
penuh kasih-sayang. Tinggal kitanya bertanya ke diri sendiri, “Mampukah aku
untuk sabar dalam mengajari anak?” Ayooooo semangat dalam membersamai anak-anak
hingga dewasa.