Selasa, 20 Agustus 2024

Menjadi Ibu yang Begini-Begini Aja tapi Tetap Bahagia

 

Ibu yang begini-begini aja? Maksudnya adalah sosok ibu yang hidupnya belum melambung tinggi, bahkan agak monoton. Tiap pagi bangun, mandi, ibadah, masak, nyiapin bekal, lalu bersiap memulai aktivitas lain sebagai IRT atau wanita karir. Hidupnya berasa stagnan selama bertahun-tahun.

Intermezzo, tulisan ini terinspirasi dari sebuah tweet (sudah izin beliaunya ya). Isinya adalah seorang wanita yang merasa hidupnya begini-begini aja, sementara orang lain yang dikenalnya adalah calon pejabat. 


 

Daku langsung mikir, ah kok hampir sama seperti pemikiranku beberapa bulan lalu? Rasanya bagai hidup di dalam lingkaran yang buat hamster berlari (lupa istilahnya, ada yang tahu?)

Daku alhamdulillah sudah menikah selama hampir 13 tahun, dengan 1 anak, tetapi karir masih gitu-gitu aja. Belum jadi penulis buku best seller, dan belum meraih prestasi yang menurutku membanggakan.

Ibu yang Ambisius?

Apakah jadi perempuan harus selalu ambisius? Kalau berkarir kudu top, udah di level manager, kepala departemen, dekan, dll. Kalau jadi ibu rumah tangga, rumahnya tertata dengan sempurna, tidak ada setitik debu di dalamnya. Barang-barangnya rapi sekali karena dia adalah fans berat Marie Kondo.

Read: Review Buku Konmari by Marie Kondo

Padahal jadi ambisius itu capek. Bayangkan saja, sudah kerja dari pagi sampai sore (bahkan malam), sampai rumah masih ngurus ini dan itu, anak minta dibacakan dongeng, dan berharap semua berjalan dengan sempurna serta tanpa konflik? 


 

Atau, ibu rumah tangga yang punya badan ideal, anaknya selalu tersenyum, tidak pernah kena bully, rapornya bagus, ikut olimpiade, sudah hafal 30 juz, suaminya royal dan penyayang. Sempurna sekali hidupnya. Seolah-olah tanpa masalah padahal namanya hidup pasti ada masalah.

 

Apa Salahnya Menjadi Medioker?

Setelah berpikir dan merenung selama berhari-hari akhirnya daku menemukan kesimpulan: menjadi medioker itu sah-sah saja. Apakah semua orang harus berprestasi? Tanpa mengurangi rasa hormat pada ibu-ibu lain yang berprestasi ya, mereka itu keren.


 

Namun wanita yang menjadi anggota ‘ibu begini-begini aja’ (alias medioker). Yaitu mereka masih berkutat dengan urusan antar jemput anak, mengajar mereka waktu malam, sibuk mengurus keluarga, berkarir dan berusaha work life balance, adalah hal yang sangat normal. Tidak ada salahnya, kan?

Jangan Bandingkan Dirimu dengan Orang Lain

Salah satu cara untuk berbahagia adalah jangan bandingkan dirimu dengan orang lain. Saat ada keluarga yang terlihat sempurna, ikut bersyukur. Namun jangan julid karena kita tidak tahu masalah apa yang sedang dia hadapi (dan ditutup rapat-rapat).


 

Kalau merasa jadi ibu yang begini-begini aja lalu membandingkan dengan yang lain, bahaya banget lho! Apalagi membandingkan anak dengan anak lain. Bisa-bisa mengurangi rasa syukur. Tak ada gading yang tak retak, tak ada keluarga sempurna yang tanpa masalah.

Read: Bahaya Membandingkan Anak dengan Orang Lain

Yang Dibutuhkan Anak-Anak adalah Ibu yang Bahagia

Apakah anak-anak butuh ibu yang sempurna? Seperti apa standar kesempurnaan tersebut? Tenang dulu YGY. Sebenarnya mereka hanya butuh ibu yang bahagia. Ibu yang mengasuh dengan ikhlas dan penuh cinta, serta perhatian ke keluarga.


 

Jadi ibu yang begini-begini saja tidak masalah asalkan hati tetap bahagia. Toh anak-anak juga tidak protes, kan? Ibu adalah pelita di rumah. Jangan redupkan sinarmu hanya karena perasaan “dia sudah begitu, aku kok belum?”

21 komentar:

  1. Nah kembali lagi sih, as long orang2 yg kita cintai bahagia dengan kita yg begini2 aja, why not..tujuan kita kan memang bahagianya mereka

    BalasHapus
  2. Jangan pakai sepatu orang lain sih. Emang semua sawang sinawang, ada kalanya menggalau liat pencapaian orang lain. Tapi begini juga ngga papa sih, pokoknya tangki bahagia terisi penuh ygy.

    BalasHapus
  3. Pokok ojok dibanding-bandingke, jangan membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Ini hal yang memang harus kita lakukan agar bisa hidup bahagia

    BalasHapus
  4. Semua tergantung kitaa, tidak semua pencapaian dianggap penting bagi orang lain. yang penting kita bahagia, keluarga bahagia

    BalasHapus
  5. Bisa jadi juga, kita merasa begini-begini aja karena mungkin secara tidak sadar mulai membandingkan diri dengan oranglain. Atau memang sedang jenuh sama situasi dan rutinitas. Wajar saja, sesekali diterpa pemikiran seperti itu. Hakikatnya setiap orang pasti ingin hal luas biasa terjadi dalam hidupnya.

    Namun balik lagi sih, cukup merasakan dan menikmati hidup yang seimbang dan semua berjalan dengan baik bukan kah itu anugerah? Yukk semangat yukk, bisa jadi lebih tenang, bersyukur dan bahagia supaya orang-orang di sekitar merasakan energi positif yang terpancar 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yhaaa, memang semestinya kita balapan dengan diri sendiri alias berprogress dari aku yang dulu hingga aku sekarang, dan bukan sama orang lain.

      Kalau lihat perjalanan hidup diri sendiri dijamin akan ngerasa ada kemajuan dan sebenarnya ngga gini-gini aja.

      Hapus
  6. Benar sekali. Tidak ada yang salah kok dengan ibu yang biasa-biasa saja. Karena sebenarnya tidak ada kata biasa-biasa saja yang bersanding dengan ibu. Menurutku, ibu (terlepas apapun pencapaiannya di luar sana) tetaplah hebat.

    BalasHapus
  7. Bener kesalahaan orang sekarang itu ialah suka membandingkan dengan orang lain, anaknya dengan orang lain sampai ibunya dengan orang lain, padahal setiap orang punya porsi kelebihan yang mana telah mendapat beragam pengorbanan yang tidak terlihat

    BalasHapus
  8. Saya sangat mengapresiasi sudut pandang ini. Sebagai seorang suami dan ayah, saya sering melihat istri saya berjuang untuk menjadi 'ibu sempurna'. Padahal, kebahagiaan seorang ibu itu penting banget. Melihat istri saya bahagia dengan apa adanya, membuat saya dan anak-anak juga merasa bahagia. Karena pada akhirnya, keluarga yang bahagia itu yang terpenting.

    BalasHapus
  9. Seringnya yang banding-bandingkan saya adalah keluarga sendiri
    Mereka ga terima anaknya yang S2 tapi di rumah saja
    Padahal aku enjoy dan bisa berkarya
    Meski memang gak punya gaji tetap seperti saudaraku yang lain dan tetanggaku

    BalasHapus
  10. Aku juga ga ngoyo orangnya mba, malah terlalu santai kdg 😄. Mungkin itu juga yg bikin aku ga dianggab lawan pas msh kerja di HSBC. Krn Orang2 yg kerja disana bisa sikut2an demi mendapatkan posisi tinggi. Alhamdulillahnya, walo ga ambisius, tp karirku dulu malah smooth sampai di posisi yg trakhir.

    Aku memang cari comfort zone. JD ga tergoda juga sih walo temen2 lain udh diposisi tinggi, sementara aku malah berkutat di rumah, yowislaah, yg penting suami bisa mencukupi 😄, aku msh bisa traveling. Udh cukup bahagia 😁

    BalasHapus
  11. Baru tau istilah medioker. Aku pernah sempat berfikir gini gini aja. Ternyata ya itu, krn kita membandingkan dgn orang lain. Apalagi di era medsos, kliatan banget gmn orng yg melesat atau jadi top, padahal blm tentu kehidupan pribadi mereka di luar medsos baik² aja. Yakaaan,. Hehe

    Tp itu udah lewat, dahlah being my self with
    my little family aja fokusnya. Insyaallah happy n jadi lebih bersyukur. Cemungut mba..

    BalasHapus
  12. namanya rumput tetangga lebih hijau kata pepatah, kalau kita ngikuti rumputnya tetangga yang ijo terus, sedangkan kita enggak, ga bakalan ada habisnya
    urusan diri sendiri aja kadang belum tentu bisa terselesaikan dengan baik.
    Yang biasa-biasa aja kadang sibuknya luar biasa, cuman ga nampak aja di mata orang lain

    BalasHapus
  13. balik lagi ke diri sendiri ya, mau jadi bad mood karena OVT atau jalani saya kehidupan ini dan menikmati semuanya. Terkadang ada perjalanan yang tidak mulus alias OVT tadi. Tapi yakinkan diri bahwa keberadaan kita juga bisa membawa kebahagiaan buat orang lain. Dan pada akhirnya itu juga yg bs bikin kita senang dan merasa berarti di dunia ini.

    BalasHapus
  14. Aku juga ibu yang begini-begini aja ya mau gimana lagi emang dapat jatahnya begini nikmat ajalah. Lebih baik sibuk sama diri sendiri dan keluarga daripada sibuk julid ke orang lain. 😊

    BalasHapus
  15. Iya, beberapa waktu lalu aku mendadak insecure dengan prestasi teman-teman penulis yang menghasilkan karya ini itu, lolos ini itu, sedih sih karena gagal lolos di ajang itu tapi setidaknya aku bisa memaksa diri untuk menulis dan berkarya lagi.. Alhamdulillah..

    BalasHapus
  16. Aku jadi ngerasaa..
    Hahaha.. keknya aku juga gini-gini aja siih.. Biasanya berpacu kalo uda mulai males dateng ke majelis, berasa ada yang kudu aku kurangi dan aku penuhi hak-nya.

    Karena itu sering nulis jurnal.
    BIasanya buat ngukur minggu ini aku uda ngapain aja yaa..

    Sekecil apapun, aku apresiasi sendiri.
    Karena memang targetku yaaa..hanya buatku.

    BalasHapus
  17. Nah iya nih, salah satu yang paling sering bikin lemes.. ketika mulai kepikiran hal begini.
    Solusinya menurutku, yaaa kita atur ulang lagi kameranya. Jangan arahin kamera ke atas, bandingin sama yang lebih sukses. Tapi arahin ke bawah, dimana banyak pula lho sodara kita yang gak lebih baik kehidupannya.

    Nikmati sajalah semua prosesnya.

    BalasHapus
  18. Happy Mother, Happy Family. Gak apa-apa gini aja yang penting bahagia. Standar bahagia tiap orang beda-beda. Yang penting sekeluarga sehat, berkah, dan senang dalam menjalani kehidupan. Lelah kalau membandingkan terus dengan kehidupan orang lain yang belum tentu bahagia karena kita hanya melihat luarnya saja

    BalasHapus
  19. Bunda Saladin adalah satu ibu hebat menurutku, menilik dari tuisan-tulisannya yang hebat ketika mengurus Saladin, cara membesarkan, dan hal lainnya. Hebat ga harus mendapatkan label The Best dari orang lain, kita bisa jadi hebat menurut versi kita, semangat bunda, menulis semua cerita parentingnya, saya selalu menunggu loh mba

    BalasHapus
  20. Anak anak nggak suka menuntut ini itu kok mbak. Mereka nggak butuh ibu yang sempurna. Mereka butuh ibu yang bahagia
    Happy mom raise happy kids

    BalasHapus