Selasa, 06 Agustus 2024

Nak, Jangan Body Shaming ya!

 

Kemarin daku berselancar di X (Twitter) lalu baca tweet berisi curhatan dari seorang penulis novel. Beliau cerita kalau pernah lihat ulasan novelnya. Namun bikin nyesek karena yang dikomentarin bukan isi ceritanya, alurnya, tapi bentuk fisik penulisnya. Katanya, si penulis bikin cerita tentang cewek cantik karena dia terobsesi jadi cantik, sementara fisik penulis tidak seperti itu.

Hah? Kok bisa sih? Daku sudah baca banyak review novel di blog atau tempat lain, tidak ada yang melakukan body shaming. Ini gile bener sih, siapa yang sotoy dan mengomentari wajah dan kekurangan fisik si penulis? 

                                 Pexels
 

Setelah baca curhatan itu daku jadi mikir, kok bisa ya ada orang yang tega melakukan body shaming? Jangan sampai Saladin dan anak-anak lain melakukan tindakan tercela seperti ini. Tugas kita sebagai orang tua harus tegas dalam mendidik agar mereka tak body shaming dengan cara-cara ini:

Memberi Contoh yang Baik

Tahun 2017 daku pernah terpaksa pindah di sebuah rumah yang berada di perkampungan (sekarang sih udah pindah). Sayang sekali lingkungan di sana enggak banget. Anak-anak biasa dipanggil dengan sebutan yang buruk, bahkan ibu kandungnya sendiri juga nge-bully.

Ada ibu lain yang bahkan menyebut anaknya ‘hitam’ dan membandingkan dengan Saladin yang kala itu masih berkulit putih. Daku cuma bengong dan merasa enggak enak sendiri.


 

Beneran yaa lingkungan tuh berpengaruh banget dan karena circle anak terdekat adalah keluarga, kita sebagai orang tua wajib memberi contoh yang baik. Kebanyakan orang dewasa yang suka mem-bully, dia pernah jadi korban cemoohan juga. Jadi menganggap kalau bullying adalah hal biasa, sedih deh.

Apa susahnya berkata baik ke anak-anak? Bukankah Nabi pernah bersabda berkata baik atau diam. Bagaimana anak bisa ngomong yang baik kalau orang tuanya suka misuh, ngomel, emosi? Sebagai orang dewasa harusnya lebih kontrol diri.

Oleh karena itu kita tuh kudu selesai dengan diri sendiri alias menyembuhkan luka batin dan inner child. Kalau perlu pakai bantuan profesional seperti konselor keluarga / psikolog / psikiater. Kejadian buruk di alam bawah sadar bisa dihapus dan re-parenting diri sendiri, sehingga jadi orang tua yang lebih baik.

Mengajarkan Keberagaman pada Anak

Body shaming bisa terjadi ketika ada orang lain yang berbeda (baik warna kulit maupun bentuk fisiknya). Nah, oleh karena itu kita sebagai orang tua bisa mengajarkan keberagaman pada anak. Bahwa di dunia tidak hanya dihuni oleh orang yang berkulit putih dan berambut lurus. Akan tetapi ada yang kulitnya kuning langsat, cokelat tua, ada yang rambutnya keriting, dll.


 

Setelah melihat keberagaman (bisa lewat foto / video juga) maka anak juga diajari bahwa berbeda itu biasa. Jangan hanya menganggap bahwa wanita yang berkulit putih, langsing, tinggi, adalah cantik. Sementara yang lain tidak.

Belajar Menghormati Orang Lain

Anak juga wajib diajari untuk menghormati orang lain. Tak hanya guru / kepala sekolah / ustazah yang harus dihormati, tapi juga orang dewasa lain, bahkan teman-temannya juga. Jika mereka sudah tahu cara menyayangi dan menghormati pasti tidak akan mem-bully dan menghina fisik kawannya.

Jangan Terlalu Mengkritik

Pernah merasa stress karena punya orang tua yang sangat-sangat hobi mengkritik? Dikit-dikit ditegur, disalahkan, diatur warna bajunya, cara makannya, alamak! Jangan ditiru ya!


 

Anak yang punya orang tua pengkritik bisa meniru jadi pengkritik unggul. Mereka suka protes, ngomel, dan mencela orang lain. Jika menghina maka bisa berujung pada body shaming. Jangan terlalu suka mengkritik karena tidak ada manusia yang sempurna.

Nahh, jangan sampai anak jadi pelaku bullying dan body shaming dan mari asuh anak dengan penuh kasih sayang. Memang jadi orang tua itu tanggung jawabnya berat tapi dijalani saja dengan senang hati. Semoga anak-anak kelak jadi orang sukses, penuh kasih sayang, bertanggung jawab, dan tidak mudah untuk melakukan body shaming.

1 komentar:

  1. Mengajarkan untuk tidak body shamming memang perlu kekompakan dari semua orang, terutama di lingkungan keluarga. Ketika anak menjadi korban body shamming, keluarga lah yg pertama kali menguatkan agar anak menjadi lebih percaya diri dan tidak memasukannya ke dalam hati. Beruntungnya sekarang sudah banyak orang yg makin sadar bahwa body shamming itu ga baik.

    Nggaknseperti dulu, saya adalah korban body shamming keluarga sendirim sakit hati rasanya.

    BalasHapus