Jika kau tahu artinya cinta, maukah kau memberi tahuku yang sebenarnya?
Bagi orang kebanyakan,
malam minggu adalah malam bercinta. Wakuncar alias waktu
kunjung pacar pada yang
tercinta. Sabtu malam adalah momen romantis, kala sang kumbang
mendekati bunga dan
mereka memadu kasih. Jika sudah bersua, maka dunia bagaikan milik
berdua. Sementara yang
lain hanya mengontrak.
Telah kulalui puluhan,
bahkan ratusan malam minggu dengan kencan-kencan yang
mendebarkan. Entah
berapa kali aku mendapatkan barang-barang sebagai kejutan. Mawar
merah sudah biasa,
begitu juga cokelat dengan potongan kacang mede di dalamnya.
Baju?
Lemariku hampir sesak
dengan berbagai blus, rok, sampai hanbok pemberiannya. Ada pula
jam tangan kekinian
yang modelnya sangat kusukai, karena hanya bisa didapatkan di gerai
ternama. Bahkan bulan
lalu, cincin platinum bertahtakan batu rubi telah melingkar manis,
sebagai tanda
keseriusannya.
Ah, betapa indahnya
jadi wanita. Aku bukannya materialistis, namun apakah kita bisa hidup
hanya dengan makan
cinta? Jika uang tak bisa memberimu kebahagiaan, maka kau telah
belanja di tempat yang
salah. Itu prinsip hidupku. Seorang wanita muda yang selalu
dikelilingi oleh banyak
pria.
Sabtu ini kulalui
dengan cukup lancar, tapi rasanya aku ingin menepi sejenak dari kencan-
kencan yang
mengesankan. Rasanya dicintai lebih nikmat daripada sekadar mencintai,
apalagi jika tak
mendapat balasan. Namun aku ingin menghabiskan malam minggu sendirian,
tanpa ada tuntutan
harus berdandan sangat molek demi sang pujaan hati.
Kuarahkan mobilku ke
All Blinks Cafe. Di antara anak-anak muda, tempat itu sangat terkenal,
karena menyajikan
berbagai hidangan. Mulai dari makanan ringan, minuman segar, sampai
masakan khas Korea
Selatan.
Semua akan membuat
pengunjung tersenyum karena
kelezatannya. Tak
kupedulikan dietku pada malam minggu ini, aku hanya ingin makan dan
bersenang-senang, dan
lari dari kejaran para penggemar yang menunggu dengan setia.
Penggemar? Kuakui,
mereka amat menyenangkan untuk waktu yang singkat. Namun ketika
sudah bosan, aku
melipir dan memblokir nomor mereka begitu saja. Terdengar kejam, namun
sebaga wanita yang
belum menikah, wajar kan jika aku masih dalam tahap coba-coba?
Jika ada yang
benar-benar cocok, baru kupertimbangkan untuk naik ke pelaminan. Itupun
sepertinya masih lama,
karena aku juga belum lulus kuliah. Setelah itu akupun tak ingin
segera menikah,
melainkan ingin berbisnis fashion, karena amat menyukai mode.
Kutargetkan untuk
menikah di usia 26, tidak terlalu muda juga tidak terlalu terlambat.
All Blinks Cafe
sepertinya nyaris penuh, hal ini terlihat dari banyaknya kendaraan yang
Ada di luar. Untung ada
1 tempat kosong di pojokan. Tukang parkir dengan sigap
mengarahkan mobilku,
sehingga bisa terparkir dengan aman walau tempatnya agak sempit.
Kubuka pintu mobil,
menyalakan alarm, lalu melempar senyum kepada sang tukang parkir. Ia
hanya menjawab dengan
anggukan kepala. Tak lupa kusodorkan uang 50.000, kubayar
sekarang agar nanti
saat pulang bisa langsung pergi tanpa harus mencarinya. Lalu aku segera
masuk karena perutku
sudah berorkestra saking laparnya.
Setelah pintu terbuka,
aroma bunga langsung menguar. Kurasakan sejuknya AC
yang menerpa, sesaat
setelah aku melangkah masuk. Desain kafe ini minimalis-modern dan
sangat nyaman untuk
dibuat tempat nongkrong. Apalagi di sini tak hanya menyediakan kopi
dan makanan ringan,
namun juga ada makanan berat. Sehingga cocok disinggahi saat akan
makan malam.
Sesuai dugaan, kafe ini
nyaris dipenuhi pengunjung yang mayoritas anak muda. Enggak gaul
kalau enggak datang ke
All Blinks Cafe. Apalagi di malam minggu, makin banyak orang
yang memadati bagian
dalamnya, karena mereka ingin melihat live performance dari
penyanyi bersuara emas.
“Mbak, pesan 1 gelas
jus jeruk dan 1 porsi hotteok, juga sepiring french fries!” Pelayan itu
hanya tersenyum lalu
mencatat pesananku. Sambil menunggu pesanan datang, aku
mengambil HP lalu
selfie.
Cekrek! Dengan sekali
pencet, aku memotret diriku sendiri, lalu jempolku bergulir di atas
Layar untuk
mengunggahnya ke Instagram. Interior kafe ini unik dan sangat instagrammable.
Andai tidak terlalu
banyak pengunjung, mungkin aku menjelajahi setiap sudutnya, mulai dari
Coffee Bar, sampai
Juice Bar.
Aku mengagumi fotoku
sendiri di Instagram. Kata orang, wajahku mirip Lisa Blackpink.
Kadang aku malah dikira
orang Korea karena kulitku yang kuning langsat. Padahal Lisa
bukan asli Korea,
melainkan orang Thailand.
Rambutku yang berwarna brunette tampak
berkilau karena tadi
pagi kusempatkan untuk keramas dan mengoleskan conditioner. Meski
pendek tetapi aku harus merawatnya, karena rambut adalah
mahkota wanita.
Lama sekali pesananku
belum datang? Mungkin karena keadaan kafe sedang ramai-ramainya.
Kulihat sosok pelayan
yang tadi menanyakan pesananku, namun sepertinya ia membawa
cangkir, bukan
minumanku pastinya.
Sebelum berdiri dan
menghampirinya untuk menanyakan kapan pesananku datang, tiba-tiba....
“Rani! Ini kamu, ke
mana saja selama ini? Pindah kuliah ya? Aku mencari di indekosmu
enggak ada! Semua
medsos dan WA-mu enggak aktif!”
Ucapan pria itu
bagaikan tembakan peluru beruntun, tepat ke dalam hatiku. Bagaimana aku
bisa menjawab, jika ia
tidak memberiku kesempatan untuk berbicara? Ia, Denias, mantan
pacarku yang sekarang
terlihat makin gagah dengan kulitnya yang kecokelatan.
“Aku, aku....”
Tak ada kata yang bisa
terucap, lidahku kelu. Bagaimana aku bisa mengaku pada Denias,
bahwa ia hanya ban
serep alias pacar cadangan? Sungguh, memutuskan untuk
menghindarinya adalah
keputusan yang kusyukuri. Aku tak ingin melukainya lebih jauh lagi.
Tiba-tiba terdengar
lagu Hope Not dari Blackpink yang sangat familiar di telingaku.
Penyanyi di kafe ini
melantunkannya dengan sangat baik.
Naboda
neunn salam manna haengboghae
Karena aku hanya
memberimu rasa sakit saat kami bersama
Nal
ijeul mankeum maneun anigil
Tapi kuharap kau tak
sampai melupakanku
“Kamu tambah cantik,
Rani!”
Ah, mengapa Denias
memujiku? Apakah ia tak bisa melupakanku? Walau setahun tak
bertemu? Sepertinya
lagu Hope Not sangat cocok dengan
keadaanku saat ini.
Tiba-tiba ada tangan
halus yang melingkar ke pinggangnya. Denias terpekik. Bukankah itu
Tante Mika? Jadi
mereka?
“Kenalkan, ini Mika
istriku.” Mereka tampak serasi walau perbedaan umurnya sangat jauh.
Aku heran, bagaimana
bisa Tante Mika malah menikah lagi dengan brondong?
“Kebetulan kami sudah
kenal, karena Tante Mika adalah teman mamaku. Wah dunia ini
sempit ya! Selamat atas
pernikahanmu!”
Aku harus menguasai
emosi walau sedikit tersakiti. Tak kusangka Denias berani menikah di
usia yang semuda ini.
Tak usah kuteteskan air mata di hadapan mereka. Untuk apa kutangisi
pria yang telah lama
kutinggalkan? Aku harus berakting dan tersenyum manis, walau dalam
hati sedikit tergores.
Denias hanya masa lalu.
Lagipula, ia tak sekaya pacar-pacarku yang lain. Jika Andy bawa
mobil sedan, sedangkan
Tony mengendarai motor sport, Denias hanya bermodal motor butut.
Mana pantas seorang
Rani naik kendaraan jelek seperti itu?
“Rani, lama amat?
Akhirnya kususul ke sini!”
Aku menoleh, mencari
sumber suara. Ah, rupanya ia tahu aku ada di All Blinks Cafe.
Rasanya agak menyesal,
mengapa harus mengunggah fotoku ke Instagram dan disertai
dengan titik koordinat
terkini. Ia pasti melihatnya lalu menyusulku.
Tangannya yang lembut
menggamit lenganku. Sosoknya masih gagah dan mampu
mengimbangi kelincahanku.
Namun Denias tiba-tiba seperti melihat hantu, saat melihat
wajah kekasihku.
“Papa?”
Aku tak peduli jika ia
benar-benar Papa Denias. Yang penting kekasihku bisa membuatku
nyaman. Aku taruh uang
100.000 di meja, sekadar untuk mengganti pesananku yang tak
kunjung datang. Kami
melenggang, meninggalkan mereka yang masih termangu.
Lamat-lamat terdengar
lagu Hope Not dari panggung.
For you, Nan apado joha
Demi kamu, tak apa-apa
aku tersakiti
Hamkkehaneun
dongan neoege sangcheoman namgyeojun nannika
Sebab aku hanya
memberimu sakit semasa kita bersama
Walau rasanya sedikit
sakit, karena kamu sudah menikah dan tak mungkin kupacari lagi, tapi
aku berusaha ikhlas
Denias. berbahagialah bersama istrimu. Daripada kau terus merasa
cemburu saat aku dulu
dikejar oleh para penggemarku.
Maafkan aku karena
menjadikan papamu sebagai kekasihku. Boleh saja kau anggap aku
mengincar lelaki
berkantong tebal. Namun ia memberi kenyamanan, seolah-olah sedang
dimanja oleh almarhum
ayahku sendiri. Sampai jumpa Denias, semoga kita tak pernah
berjumpa lagi.
Waduh waduh plot twist. Mantan nikah sama teman mama, satu lagi pacaran ama papa. Huhu
BalasHapusloh??? hahahahha aku terkejut sekalian mengakak. perempuan memang selalu realistis ya...wak? se,oga sampe nikah ya...ran. haha
BalasHapusRealistis ya bukan materialistis
BalasHapusEh tapi emang penting itu, kita perlu tahu ukuran kebutuhan kita seperti apa. Biar kalau mau suami yang kerja aja ya gaji perlu dipertimbangkan, kalau gak ya kita dooong yang cari cuan tambahan buat mencukupi segala kebutuhan.
Tata letak tulisannya agak berantakan, jarak spasi terlalu lebar. Ceritanya bagus, suka sama kata penutup, sampai jumpa semoga kita tak pernah berjumpa.
BalasHapusAwalnya bingung sama jalan ceritanya, taunya sungguh plot twist sekali hahaa, kurang lebih memang benar kita hidup harus realistis aja, sesuai dan cukup
BalasHapusNama Cafe Al Blinks apakah betulan ada di dunia nyata? Saat pertama kali membaca cerita ini saya malah salfok ke animasinya buatnya pakai aplikasi apa Bun?
BalasHapus