Sabtu, 15 Juni 2024

Kejutan di Suatu Kafe

 Jika kau tahu artinya cinta, maukah kau memberi tahuku yang sebenarnya?

 

Bagi orang kebanyakan, malam minggu adalah malam bercinta. Wakuncar alias waktu

kunjung pacar pada yang tercinta. Sabtu malam adalah momen romantis, kala sang kumbang

mendekati bunga dan mereka memadu kasih. Jika sudah bersua, maka dunia bagaikan milik

berdua. Sementara yang lain hanya mengontrak.

 

Telah kulalui puluhan, bahkan ratusan malam minggu dengan kencan-kencan yang

mendebarkan. Entah berapa kali aku mendapatkan barang-barang sebagai kejutan. Mawar

merah sudah biasa, begitu juga cokelat dengan potongan kacang mede di dalamnya.

 

Baju?

Lemariku hampir sesak dengan berbagai blus, rok, sampai hanbok pemberiannya. Ada pula

jam tangan kekinian yang modelnya sangat kusukai, karena hanya bisa didapatkan di gerai

ternama. Bahkan bulan lalu, cincin platinum bertahtakan batu rubi telah melingkar manis,

sebagai tanda keseriusannya.

 


Ah, betapa indahnya jadi wanita. Aku bukannya materialistis, namun apakah kita bisa hidup

hanya dengan makan cinta? Jika uang tak bisa memberimu kebahagiaan, maka kau telah

belanja di tempat yang salah. Itu prinsip hidupku. Seorang wanita muda yang selalu

dikelilingi oleh banyak pria.

 

Sabtu ini kulalui dengan cukup lancar, tapi rasanya aku ingin menepi sejenak dari kencan-

kencan yang mengesankan. Rasanya dicintai lebih nikmat daripada sekadar mencintai,

apalagi jika tak mendapat balasan. Namun aku ingin menghabiskan malam minggu sendirian,

tanpa ada tuntutan harus berdandan sangat molek demi sang pujaan hati.

 

Kuarahkan mobilku ke All Blinks Cafe. Di antara anak-anak muda, tempat itu sangat terkenal,

karena menyajikan berbagai hidangan. Mulai dari makanan ringan, minuman segar, sampai

masakan khas Korea Selatan.



 

Semua akan membuat pengunjung tersenyum karena

kelezatannya. Tak kupedulikan dietku pada malam minggu ini, aku hanya ingin makan dan

bersenang-senang, dan lari dari kejaran para penggemar yang menunggu dengan setia.

 

Penggemar? Kuakui, mereka amat menyenangkan untuk waktu yang singkat. Namun ketika

sudah bosan, aku melipir dan memblokir nomor mereka begitu saja. Terdengar kejam, namun

sebaga wanita yang belum menikah, wajar kan jika aku masih dalam tahap coba-coba?

 

Jika ada yang benar-benar cocok, baru kupertimbangkan untuk naik ke pelaminan. Itupun

sepertinya masih lama, karena aku juga belum lulus kuliah. Setelah itu akupun tak ingin

segera menikah, melainkan ingin berbisnis fashion, karena amat menyukai mode.

Kutargetkan untuk menikah di usia 26, tidak terlalu muda juga tidak terlalu terlambat.

 

All Blinks Cafe sepertinya nyaris penuh, hal ini terlihat dari banyaknya kendaraan yang

Ada di luar. Untung ada 1 tempat kosong di pojokan. Tukang parkir dengan sigap

mengarahkan mobilku, sehingga bisa terparkir dengan aman walau tempatnya agak sempit.

 

Kubuka pintu mobil, menyalakan alarm, lalu melempar senyum kepada sang tukang parkir. Ia

hanya menjawab dengan anggukan kepala. Tak lupa kusodorkan uang 50.000, kubayar

sekarang agar nanti saat pulang bisa langsung pergi tanpa harus mencarinya. Lalu aku segera

masuk karena perutku sudah berorkestra saking laparnya.

 

Setelah pintu terbuka, aroma bunga langsung menguar. Kurasakan sejuknya AC

yang menerpa, sesaat setelah aku melangkah masuk. Desain kafe ini minimalis-modern dan

sangat nyaman untuk dibuat tempat nongkrong. Apalagi di sini tak hanya menyediakan kopi

dan makanan ringan, namun juga ada makanan berat. Sehingga cocok disinggahi saat akan

makan malam.

 

Sesuai dugaan, kafe ini nyaris dipenuhi pengunjung yang mayoritas anak muda. Enggak gaul

kalau enggak datang ke All Blinks Cafe. Apalagi di malam minggu, makin banyak orang

yang memadati bagian dalamnya, karena mereka ingin melihat live performance dari

penyanyi bersuara emas.

 

“Mbak, pesan 1 gelas jus jeruk dan 1 porsi hotteok, juga sepiring french fries!” Pelayan itu

hanya tersenyum lalu mencatat pesananku. Sambil menunggu pesanan datang, aku

mengambil HP lalu selfie.

 

Cekrek! Dengan sekali pencet, aku memotret diriku sendiri, lalu jempolku bergulir di atas

Layar untuk mengunggahnya ke Instagram. Interior kafe ini unik dan sangat instagrammable.

Andai tidak terlalu banyak pengunjung, mungkin aku menjelajahi setiap sudutnya, mulai dari

Coffee Bar, sampai Juice Bar.

 

Aku mengagumi fotoku sendiri di Instagram. Kata orang, wajahku mirip Lisa Blackpink.

Kadang aku malah dikira orang Korea karena kulitku yang kuning langsat. Padahal Lisa

bukan asli Korea, melainkan orang Thailand.

 

Rambutku yang berwarna brunette tampak

berkilau karena tadi pagi kusempatkan untuk keramas dan mengoleskan conditioner. Meski

pendek tetapi aku harus merawatnya, karena rambut adalah

mahkota wanita.

 

Lama sekali pesananku belum datang? Mungkin karena keadaan kafe sedang ramai-ramainya.

Kulihat sosok pelayan yang tadi menanyakan pesananku, namun sepertinya ia membawa

cangkir, bukan minumanku pastinya.

 

Sebelum berdiri dan menghampirinya untuk menanyakan kapan pesananku datang, tiba-tiba....

 

“Rani! Ini kamu, ke mana saja selama ini? Pindah kuliah ya? Aku mencari di indekosmu

enggak ada! Semua medsos dan WA-mu enggak aktif!”

 

Ucapan pria itu bagaikan tembakan peluru beruntun, tepat ke dalam hatiku. Bagaimana aku

bisa menjawab, jika ia tidak memberiku kesempatan untuk berbicara? Ia, Denias, mantan

pacarku yang sekarang terlihat makin gagah dengan kulitnya yang kecokelatan.

 

“Aku, aku....”

 

Tak ada kata yang bisa terucap, lidahku kelu. Bagaimana aku bisa mengaku pada Denias,

bahwa ia hanya ban serep alias pacar cadangan? Sungguh, memutuskan untuk

menghindarinya adalah keputusan yang kusyukuri. Aku tak ingin melukainya lebih jauh lagi.

 

Tiba-tiba terdengar lagu Hope Not dari Blackpink yang sangat familiar di telingaku.

Penyanyi di kafe ini melantunkannya dengan sangat baik.

 

Naboda neunn salam manna haengboghae

 

Karena aku hanya memberimu rasa sakit saat kami bersama

 

Nal ijeul mankeum maneun anigil

 

Tapi kuharap kau tak sampai melupakanku

 

 

“Kamu tambah cantik, Rani!”

 

Ah, mengapa Denias memujiku? Apakah ia tak bisa melupakanku? Walau setahun tak

bertemu? Sepertinya lagu Hope Not sangat cocok dengan keadaanku saat ini.

 

Tiba-tiba ada tangan halus yang melingkar ke pinggangnya. Denias terpekik. Bukankah itu

Tante Mika? Jadi mereka?

 

“Kenalkan, ini Mika istriku.” Mereka tampak serasi walau perbedaan umurnya sangat jauh.

Aku heran, bagaimana bisa Tante Mika malah menikah lagi dengan brondong?

 

“Kebetulan kami sudah kenal, karena Tante Mika adalah teman mamaku. Wah dunia ini

sempit ya! Selamat atas pernikahanmu!”

 

Aku harus menguasai emosi walau sedikit tersakiti. Tak kusangka Denias berani menikah di

usia yang semuda ini. Tak usah kuteteskan air mata di hadapan mereka. Untuk apa kutangisi

pria yang telah lama kutinggalkan? Aku harus berakting dan tersenyum manis, walau dalam

hati sedikit tergores.

 

Denias hanya masa lalu. Lagipula, ia tak sekaya pacar-pacarku yang lain. Jika Andy bawa

mobil sedan, sedangkan Tony mengendarai motor sport, Denias hanya bermodal motor butut.

Mana pantas seorang Rani naik kendaraan jelek seperti itu?

 

“Rani, lama amat? Akhirnya kususul ke sini!”

 

Aku menoleh, mencari sumber suara. Ah, rupanya ia tahu aku ada di All Blinks Cafe.

Rasanya agak menyesal, mengapa harus mengunggah fotoku ke Instagram dan disertai

dengan titik koordinat terkini. Ia pasti melihatnya lalu menyusulku.

 

Tangannya yang lembut menggamit lenganku. Sosoknya masih gagah dan mampu

mengimbangi kelincahanku. Namun Denias tiba-tiba seperti melihat hantu, saat melihat

wajah kekasihku.

 

“Papa?”

 

Aku tak peduli jika ia benar-benar Papa Denias. Yang penting kekasihku bisa membuatku

nyaman. Aku taruh uang 100.000 di meja, sekadar untuk mengganti pesananku yang tak

kunjung datang. Kami melenggang, meninggalkan mereka yang masih termangu.

 

Lamat-lamat terdengar lagu Hope Not dari panggung.

 

For you, Nan apado joha

 

Demi kamu, tak apa-apa aku tersakiti

 

Hamkkehaneun dongan neoege sangcheoman namgyeojun nannika

 

Sebab aku hanya memberimu sakit semasa kita bersama

 

Walau rasanya sedikit sakit, karena kamu sudah menikah dan tak mungkin kupacari lagi, tapi

aku berusaha ikhlas Denias. berbahagialah bersama istrimu. Daripada kau terus merasa

cemburu saat aku dulu dikejar oleh para penggemarku.

 

Maafkan aku karena menjadikan papamu sebagai kekasihku. Boleh saja kau anggap aku

mengincar lelaki berkantong tebal. Namun ia memberi kenyamanan, seolah-olah sedang

dimanja oleh almarhum ayahku sendiri. Sampai jumpa Denias, semoga kita tak pernah

berjumpa lagi.

6 komentar:

  1. Waduh waduh plot twist. Mantan nikah sama teman mama, satu lagi pacaran ama papa. Huhu

    BalasHapus
  2. loh??? hahahahha aku terkejut sekalian mengakak. perempuan memang selalu realistis ya...wak? se,oga sampe nikah ya...ran. haha

    BalasHapus
  3. Realistis ya bukan materialistis
    Eh tapi emang penting itu, kita perlu tahu ukuran kebutuhan kita seperti apa. Biar kalau mau suami yang kerja aja ya gaji perlu dipertimbangkan, kalau gak ya kita dooong yang cari cuan tambahan buat mencukupi segala kebutuhan.

    BalasHapus
  4. Tata letak tulisannya agak berantakan, jarak spasi terlalu lebar. Ceritanya bagus, suka sama kata penutup, sampai jumpa semoga kita tak pernah berjumpa.

    BalasHapus
  5. Awalnya bingung sama jalan ceritanya, taunya sungguh plot twist sekali hahaa, kurang lebih memang benar kita hidup harus realistis aja, sesuai dan cukup

    BalasHapus
  6. Nama Cafe Al Blinks apakah betulan ada di dunia nyata? Saat pertama kali membaca cerita ini saya malah salfok ke animasinya buatnya pakai aplikasi apa Bun?

    BalasHapus