Sabtu, 29 Juni 2024

Hujan Membawa Rezeki

 “Lapar nih. Tapi uang kita tinggal 5.000. Mana cukup buat beli bakso Mang Kardi? Padahal kalau lagi hujan gini paling enak makan bakso.”

 

 

Deni melirik Didan, saudara kembarnya. Ia menaruh ponsel di sofa lalu bangkit dari duduknya. Sementara di luar air masih turun dari langit dengan derasnya. Dahi Deni berkerut. Apa yang harus ia lakukan demi dua mangkok bakso?

 


 

Jika saja ayah dan ibu sudah datang, Deni dan Didan bisa meminta uang untuk membeli bakso. Namun kedua remaja itu memilih untuk jaga rumah. Mereka tak mau ikut orang tuanya untuk mengunjungi rumah Paman Dharma di desa, karena Senin sudah ujian akhir semester.

 

 

Hujan turun makin deras. Untung tidak ada petir yang menyambar. Hawa dingin menyergap. Memang saat hujan paling enak jajan bakso. Apalagi Mang Kardi paling jago memasak dan meracik semangkok bakso dengan kuah yang terbuat dari kaldu tulang sapi. Butiran baksonya besar-besar dan terbuat dari daging sapi asli. Para pengunjung warungnya juga boleh minta tambah kuah jika mau.

 

 

Deni ingat, ibu masih memiliki persediaan mie siap seduh di lemari dapur. Namun pasti Didan tidak mau memakannya. Jika ia sudah menginginkan bakso pasti tidak mau dibujuk untuk makan yang lain.

 

 

 

 

“Ayo ikuti rencanaku tapi kamu jangan banyak tanya!” ujar Deni. Didan hanya mengerutkan dahinya. Apa yang akan Deni lakukan? Mengingat dia memang punya banyak akal tetapi tindakannya sering di luar prediksi.

 

 

Deni melangkah ke dapur lalu mengambil sebotol termos. Dimasukkannya termos berisi air panas itu ke dalam tas ransel. Ia juga memasukkan satu kantong kresek yang penuh dengan isi. Kemudian ia mengambil 4 payung lipat. Untuk apa payung sebanyak itu?

 

 

Kedua payung dibuka sementara sisanya dimasukkan ke dalam ransel. “Ayo ikut aku! Nanti kalau berhasil kutraktir bakso!” Deni bersemangat dalam membujuk Didan.

 

 


 

“Malas ah! Lebih baik tidur saja sambil menunggu ibu pulang!” Tak disangka Didan membantah.

 

 

Deni mengangkat tubuh Didan, nyaris menggendongnya. Sementara Didan memberontak. “Di luar masih hujan! Kamu mau ngapain? Jangan ngawur!”

 

 

Derasnya hujan tak menghalangi niat Deni. Ia berbisik-bisik untuk memberi tahu niatnya. Akhirnya Didan paham dan mau membantunya.

 

 

Deni dan Didan keluar rumah, menuju stasiun kereta api yang jaraknya hanya 1 kilometer dari rumah. Walau air hujan tak mampu 100% dibendung oleh payung tetapi mereka tetap berjalan dengan mantap. Deni membawa ransel yang sudah penuh oleh termos dan barang-barang lain.

 

 

Sampai stasiun, hujan belum juga reda. Deni mengeluarkan payung lipat dari ransel. Kemudian, Didan mulai beraksi.



 

 

“Ojek payungnya, Bu! Murah, goceng aja!”

 

 

Seorang wanita bertubuh subur menghampiri Didan. Ia meminta Didan untuk mengantarnya menuju taksi online yang parkir di seberang stasiun. Setelah sampai tujuan, selembar uang berwarna ungu ia berikan.

 

 

“Bu, maaf. Saya tidak ada kembalian,” ujar Didan.

 

 

“Tidak apa-apa, Dik! Bawa saja. Makasih sudah bantu ibu ya.” Wanita itu pun naik taksi online dan meninggalkan stasiun.

 

 

Alhamdulillah! Sepuluh ribu pertama! Didan makin semangat mencari mangsa eh mencari calon penumpang ojek payung.

 


 

Didan akhirnya mendapatkan customer kedua. Seorang bapak yang baru turun dari angkot dan ingin menyebrang jalan, menuju stasiun. Setelah menerima uang, Didan pun berpamitan dan mencari-cari kembarannya.

 

 

“Deni!”

 

 

Deni sedang sibuk menuangkan air panas dari termos. Kemudian dia mengaduk gelas plastik dan menyerahkannya ke seorang bapak. Ia berjualan kopi dan harganya hanya 5.000 rupiah.

 

 

“Kamu tidak apa-apa berjualan kopi di sini? Nanti ada satpam yang marah lho!”

 

 

Deni hanya tertawa. Wajahnya memancarkan kehangatan, kontras dengan dinginnya hujan di luar. Ia hanya menunjuk Pos satpam. Didan mengintip ke dalam pos. Rupanya Deni sudah menyogok satpam dengan segelas kopi dan segelas mie seduh.

 

 

Kedua remaja masih tidak mempedulikan derasnya hujan. Mereka sibuk berjualan kopi dan menjadi ojek payung. Satu jam kemudian, saat persediaan air panas habis, baru Deni berhenti bekerja.

 


 

Deni menghitung uangnya dan uang Didan. Alhamdulillah, mereka berhasil mengumpulkan 60.000 rupiah. Cukup untuk beli 4 mangkok bakso di warung Mang Kurdi. Nanti yang 2 mangkok dibungkus untuk diberikan ke ayah dan ibu.

 

 

Hujan tidak pernah menghentikan niat Deni. Ia percaya bahwa hujan adalah rahmat dari sang Kuasa. Besok, saat hujan lagi, ia akan terus berjualan kopi sepulang sekolah. Tentu ditemani kembarannya.

 

 

1 komentar:

  1. sukaaa sama ceritanya, mirip-mirip seperti cerpen waktu aku baca majalah remaja, simple dan ngena
    ide si Deni ada aja dan bener bener diluar prediksi, jadi ojek payung dadakan dan cuan, lumayan banget buat beli bakso, malah bisa dapet 4 mangkok. Mantappp

    BalasHapus