“Pukul saja Saladin biar nurut dan kapok tidak manjat lemari lagi!”
Astaga? Anak lelaki kesayanganku, anak tunggalku, malah disuruh dipukuli agar mau manut? Saat itu daku hanya diam karena yang bilang adalah sosok yang jauh lebih tua. Tapi dalam hati tetap nggerundel.
Di lain hari ada ibu lain yang menasehati, katanya benar tuh kalau anak dari kecil harus didisiplinkan dengan cara dikerasi alias main fisik. Menurut pengamatannya, jika anak tidak dicubit atau dipukul maka saat remaja dan dewasa akan jadi seenaknya sendiri?
Ajaran dari mana ini? Haduuuh. Ini mah kekerasan terhadap anak. Bagaimana bisa mereka menyuruh agar Saladin dipukul? Padahal daku ibunya, yang sudah lelah mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuhnya. Pasti tidak tega jika kelepasan memukul sedikit saja.
Saladin yang Over Aktif
Memang Saladin berbeda dengan anak lain karena dia hobi memanjat, melompat, dan berlari. Tenang, daku sudah pernah konsultasi dengan psikolog anak. Kata beliau Saladin bukan hiperaktif tetapi over aktif.
Lantas apa bedanya? Kalau anak hiperaktif punya gerak cepat yang tidak teratur. Dia juga susah diajak memandang mata lawan bicaranya.
Sedangkan anak over aktif masih punya pandangan mata yang normal. Saat memanjat dia juga punya tujuan. Misalnya Saladin naik lemari karena ingin mengambil kue yang kutaruh di bagian atas.
Disiplin dengan Cara Kekerasan dan Ketidaksetujuanku
Akan tetapi masih ada saja orang yang tak memahami bahwa Saladin over aktif dan tidak berbahaya. Kalau lelah memanjat ya dia capek lalu istirahat. Eh malah dibilang anak itu harus dipukul agar kapok memanjat atau berbuat kenakalan lainnya.
Mengapa sih harus pakai kekerasan? Menurutku kalau anaknya masih bisa dinasehatin ya tidak usah pakai acara mukul atau nyubit. Sakit tau! Emangnya dia mau dibalas cubit?
Akan kasihan sekali jika anak dipukuli hingga setiap hari dengan alasan kedisiplinan. Beneran deh jadi terbayang film lawas yang tokoh utamanya (anak kecil) sampai meninggal gara-gara dikerasi oleh sang ayah. Maaf lupa judulnyaaa.
Rantai Kekerasan yang Harus Diputus
Lalu mengapa masih ada orang tua yang suka memukul anaknya? Dari pengamatanku, mereka meneruskan rantai kekerasan di keluarganya. Saat masih kecil mereka sering dipukul oleh ayah atau ibunya.
Normalisasi kekerasan membuat orang tua berpikir bahwa memukul anak adalah hal yang normal. Jadi kalau anak bandel dikit aja langsung dicubit. Akibatnya fatal karena anak bisa menjauh dari orang tuanya.
Yang mengerikan kalau anak yang sudah dewasa akan menganggap kekerasan adalah hal yang biasa. Akibatnya dia dengan mudah melakukan KDRT terhadap istrinya. Seraaam!
Oleh karena itu stop normalisasi kekerasan terhadap anak. Jangan sampai masa depan mereka kacau karena menganggap kekerasan adalah hal yang normal. Anak yang terlalu dikerasi bisa punya 2 reaksi: yang pertama mereka jadi penakut dan minder. Sedangkan yang kedua mereka jadi keras hatinya.
Sayang Bukan Berarti Memanjakan
Bagiku, anak harus dididik dengan penuh kasih sayang. Akan tetapi menyayangi bukan berarti memanjakan. Jika daku tidak pernah memukul Saladin, bukan berarti daku selalu menuruti permintaannya.
Mendidik dengan cinta adalah cara untuk mengajarkannya bahwa dunia ini indah dan dihadapi dengan penuh kasih sayang. Tetapi dia juga harus paham kalau hidup wajib disiplin dan tidak seenaknya sendiri. Sebenarnya bisa kok untuk mengajari anak tanpa cubitan atau pukulan, yang penting komunikasinya lancar.
Kalo jaman dulu sptnya memang identik dengan kekerasan..anak salah dikit kemudian di pukul ato apalah..namun utk saat inj budaya tersebut sdh tidak bisa diterapkan lagi..sepanjang anak masih bisa dinasehati dibicarakan baik2 akan lebih baik...mereka kadang over akktif siapa tau karena memang bakatnya juga disitu..mungkin nanti suatu saat jadi olahragawan 😊
BalasHapusBukankah akan lebih bijak kalo semua bisa dibicarakan tanpa harus ada kekerasan bahkan kepada anak kecil
Saya sangat setuju kalau rantai kekerasan perlu di putus, karakter anak itu akan seperti apa kemudian tergantung bagaimana dia melihat dan menerima masa pembelanjarannya. Terima kasih ya sudah menulis hal yg penting ini. Semoga kita semua terus perduli dengan perkembangan karakter penerus.
BalasHapusJadi inget anak kakak iparku, yg miriplah Ama Saladin. Sampa mama mertua waktu itu nyuruh utk dibawa ke dokter. Dan dokternya bilang, 'ibuuuu ini mah anaknya pinter. Bukan hyper. Kalo hyper bukan begini ciri2nya. Mata ga fokus, dan biasa ga paham apa yg dikasih tahu.'
BalasHapusDokternya bener, ponakanku itu skr udh gede dan pinter banget. Kadar aktifnya juga jauuh berkurang. Tapi dia JD fokus dengan hal2 yg dia suka kayak catur, komputer.
Aku juga setuju utk ga memukul anak mba. Aku memang ga sabaran yaa, tapi ga mau utk memukul. Palingan ngomel. Krn paham, dipukul saat kecil, bekasnya lamaaaa hilang. Bakal keinget trus 😔. Krn dulu aku pun pernah ngerasain dipukul Ama ortu. Dan jujur itu bukan hubungan kami JD ga Deket sekarang ini.
Anak saya juga gitu, Mbak, nggak bisa diam sampai saya bawa ke psikolog juga karena susah banget disuruh tenang. Ternyata kalau anak saya lebih ke impulsif aja sih, jadi apa yang ada dipikiran dia langsung dieksekusi. Misal lagi makan tau-tau mau jadi bajak laut, ya dia naik-naik kursi terus gaya-gayaan gitu.
BalasHapusBuat orang luar yang nggak paham sama kelakuan anak kita pasti ngiranya nggak diajarkan disiplin atau gimana ya, tapi gak usah diambil pusing deh, apalagi sampai nyuruh mukulin anak T_T, yang penting kan kita paling paham ya anak kita seperti apa. Semangat!
Sepakat banget mba mendidik anak dengan penuh cinta akan mengajarkan pada anak bahwa hidup ini indah, selain itu juga membuat anak akan belajar tentang kasih sayang. Jadi sangat disayangkan kepada orang tua yang sering memukul anaknya untuk mengajarkan biar nurut atau menghukum mereka dengan kekerasan fisik maupun mental
BalasHapusSetuju banget, rantai kekerasan harus di cut jangan di budayakan karena setiap anak itu anugerah serta memiliki kelebiha dan keunikan nya masing-masing. Memukul bukan lah solusi yang tepat, malah membuat luka batin yang akan terkenang sepanjang masa.
BalasHapusJadi inget aku sewaktu kecil juga, banyak yang bilang suka manjat-manjat untunglah ibuku penyabar dan enggak main tangan. Pun sekarang keponakan ku setipe juga, aktif dan memang senang bergerak.
Saladin, sehat-sehat ya Nak 🤩😇
sering banget di lingkunganku nemu kejadian kayak gini, yang mana ortunya nyuruh buat dipukul aja. Bahkan nih di tempat umum, si anak ada yang dipukul ortunya. Entahlah apakah memang si anak bener bener nggak bisa dikasih tau dengan lemah lembut bin manis atau emang beneran overactive.
BalasHapuskayak keponakan aku, dari kecil, TK, SD nakalnya minta ampun, dan badannya gede, jadi gampang "menindas" temen-temennya
ehh sekarang udah SMA dan malah kayak introvert
Wah aku banget dulu nih... manjat pohon, bahkan loncat dari genteng ke genteng... wkk, orang tua cuma bisa tahan napas...
BalasHapusAnak laki-laki kalo diem aja mah perlu dipertanyakan hahah. Anakku 2 laki² bun, beda tipe tp yg satu juga over aktif. Aku termasuk yg gak setuju klo manjat² hrs dimarahin atau dilarang. Krn itu bagian dr eksplorasi dia, dan bikin fisiknya kuat. Klo ini itu dilarang, pasti gedenya jd penakut atau anak yg selalu ragu. Kita hanya perlu mengawasi dan nasehati aja saat dia manjat, anak mawas diri. Anyway, aktif manjat itu jauh lebih baik dan bermanfaat dibandingkan dgn aktif main gadget. Semangat bun..
BalasHapusEmang sebel ya kl ada org yg bilang gitu pukul atau cubit aja anaknya biar kapok gak nakal lagi. Padahal sih itu salah banget, punya anak.yg super aktif 3mng butuh kesabaran wlpun kadang kita gregetan
BalasHapusJadi ingat keempat putraku yg hobi manjat-manjat. Asal lihat pohon langsung dipanjat. Tetangga pada bingung, kok mereka tidak dipukul kan bisa jatuh, itu untuk keselamatannya juga.
BalasHapusBapak anakku cuma senyum terus teriak-teriak.
"Nak, naik sedikit lagi biar bisa petikkan mangga buat bapak!" Hahahaha. Tetanggaku makin puyeng.
Begitulah.
Mengajarkan kedisiplinan pada anak tidak mesti pakai kekerasan. Saya setuju Mbak.
Seneng bacanya, karena sejatinya pengasuhan adalah warisan yang kita turunkan pada anak. Jadi sebaik mungkin, sebanyak mungkin menciptakan momen seru bersama anak agar mereka juga kelak baik kepada anak serta pasangan.
BalasHapusBarakallahu fiik~