Siapa
sih yang tidak punya trauma? Rasanya semua orang punya trauma akan tetapi ada
yang sembuh dan ada yang masih ke-trigger.
Nah kali ini daku mau cerita beberapa trauma yang berakibat buruk karena membuat
pengasuhanku ke Saladin kurang benar.
Enggak
bisa dipungkiri jadi orang dewasa itu berat, apalagi menyandang status sebagai
orang tua. Salah satu tugasnya adalah MENGASUH ANAK dan sengaja di-capslock karena tugas ini dilakukan
sampai ia dewasa. Berarti bisa sampai 18-20 tahun dong.
Selama
masa pengasuhan maka wajib dipastikan seorang ibu sudah selesai dengan dirinya
sendiri alias sembuh dari trauma. Namun daku mau jujur kalau punya beberapa
trauma yang belum 100% sembuh dan akhirnya membuat Saladin terkena imbasnya.
Semoga
tahun 2023 dan seterusnya kami bisa berhubungan lebih erat dan Saladin tumbuh
sehat secara fisik dan mental. Ini beberapa traumaku yang wajib disembuhkan:
1. Trauma Dibully
Dulu
daku enggak dibully secara fisik sih tapi secara mental. Penyebabnya apa?
Karena tidak fasih bahasa Jawa (astagaa)! Padahal keturunan Jawa tapi gak bisa
karena bahasa ibunya ya bahasa Indonesia.
Karena
pernah dibully maka daku sempat trauma bergaul meski lama-lama sembuh ketika
sudah SMA. Namun ada kejadian lagi ketika sudah melahirkan dan otomatis badan
melar, dibully lagi. Dibilang gendut, hamil lagi, bla bla bla.
Semua
trauma ini menjadikan daku sempat menyembunyikan Saladin di kamar saja atau
pintu rumah selalu dalam keadaan terkunci. Dia tidak bisa bergaul dengan anak
tetangga, karena takut dia juga bakal dibully. Padahal sebenarnya enggak kan?
2. Trauma Makanan Pedas
Nah
kalau ini ceritanya waktu daku masih TK dan kala itu di rumah ada banyak kakak
sepupu. Salah satu dari mereka mengerjai dan bilang kalau cabe itu permen.
Dengan polosnya kumakan dan akhirnya kepedesan. Sejak saat itu daku trauma
dengan segala macam cabe.
Sekarang
masih mending sih udah bisa makan nasi padang asal enggak terlalu banyak samal
ijonya. Nah trauma pedas ini bikin daku juga enggak pernah masak yang
pedes-pedes. Untung paksuami juga gak doyan.
Saladin jadi kurang suka makanan pedas karena tidak pernah diajak makan
pedas oleh bundanya.
Mengatasi Rasa Trauma agar Anak Sehat Mentalnya
Nah,
bagaimana cara mengatasi trauma-trauma sang ibu? Butuh bertahun-tahun agar
yakin bahwa Saladin tak dibully, apalagi ketika kami pindah rumah. Daku biarkan
ia main dengan anak tetangga walau diawasi.
Mengatasi
trauma bisa dengan self healing misalnya belajar mindfulness. Kalau traumanya
parah, sang ibu bisa datang ke psikolog / konselor keluarga. Tauma wajib
disembuhkan ya karena seperti yang daku bilang, bisa berakibat buruk ke
perkembangan anak.
Misalnya
nih ya ada ibu yang dulu kena marah karena main pasir. Ia jadi trauma kotor dan
akhirnya sang anak juga geli saat kena pasir. Padahal dalam hidup tidak bisa
100% higienis dan misalnya saat main pasir ke pantai apa mau balik ke rumah gara-gara
trauma?
Oleh
sebab itu mari sembuhkan trauma agar sekeluarga sehat fisik dan mentalnya.
Kalau teman-teman apa punya trauma?
Saya sendiri juga punya masa kecil yg terbilang pedih. Bukan hidup saya yg terbilang susah, tapi mental yg dihajar berulang kali oleh almarhumah nenek, kemudian tante2 saya. Perlahan saya cuma pingin melupakan orang2 itu, biar gak menjadi trauma.
BalasHapusSemoga sehat lahir batin ya Mbaak.
HapusAnak kecil itu gampang mengingat segala sesuatu ya mba. Apalagi kalo terlalu parah, bisa2 malah bikin dia JD trauma. Aku sendiri duluuuu takut banget ama tempat tinggi. Mungkin Krn pernah jatuh juga, yg bikin tulang tangan kananku retak.
BalasHapusPernah sampe freeze di tangga yg bisa dibawa2 itu, dan aku sampe gemetar mau turun.
Tapi aku belajar buat ngilangin trauma ketinggian tadi. Ada yg bilang justru hrs dilawan. Makanya aku ajdi tergila2 dengan bungee dan rollercoaster Krn niat awalnya memang melawan rasa takut Ama ketinggian 😄
Wah hebat bener Kak Fanny bisa melawan traumanya sendiri.
HapusMenurut saya karena emang anak-anak yang tumbuh dan besar bukan di kota yang mayoritas menggunakan bahasa daerah tersebut, jadi bahasa yang digunakan adalah bahasa yang sering dia dengar. Di rumah saya, orang tua kadang menggunakan bahasa indonesia, dan kalau pun menggunakan bahasa daerah, kadang saya hanya mengerti tapi tidak bisa pengucapannya. huhu :"
BalasHapusiya
Hapusaamiin
BalasHapusMemori anak memang sangat kuat, maka dari itu kita sebagai orang tua harus bisa menjaga perilaku maupun perkataan agar tidak menimbulkan traumatis pada anak, oleh karena itu kita sebagai ibu dan merasa mempunya traumatis pada masa lalu segeralah mengobati trauma itu, agar kita dapat memutus rantai trauma tersebut, tidak mudah memang tapi bunda juga harus semangat agar anak anak tetap sehat jiwa raga nya
BalasHapusKalo aku dulu punya trauma takut ketemu sama orang lain. Kalau ada tamu ke rumah, aku auto lari pergi menjauh atau ngumpet di kamar berapapun lamanya sampai tamu itu pulang. Entah kenapa. Aku merasa bagai itik buruk rupa dan takut dibully. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Maka aku berusaha melawan ketakutan itu dengan mengubah mindset untuk percaya diri dan meyakini bahwa tidak semua orang punya pikiran yang sama denganku..
BalasHapusIya kayaknya hampir tiap orang punya trauma ya.. kalo saya trauma sama ular.. hadeuhhh segala binatang melata itu udh bikin merinding walau liat gambarnya doang.. btw saya penyuka makanan pedas malah
BalasHapusAku trauma bangun kesiangan, datang ke sekolah terlambat, lupa mengerjakan PR, disetrap, dll. Makanya mungkin berimbas pada anak-anakku. Aku jadi lebih strict takut mereka mengalami hal yang sama seperti aku dulu. Saking parnonya sama hal itu, sering terbawa mimpi dan bikin tidur tidak nyenyak.
BalasHapusAlhamdulillah, daftar trauma saya sejak kecil perlahan mulai mengurai, salah satunya ya dengan menuliskannya di sana sini.
BalasHapusSekarang, meski belum berani memegang langsung ulat atau cacing, setidaknya sudah nggak menjerit-jerit atau nge-freeze. Beku mendadak.
Semangat sembuh buat kita yg masih berjuang atasi trauma-trauma
saat kecil saya juga beberapa kali dibully karena fisik saya yang terlalu kurus, Mba. Makanya sekarang saya stress banget melihat badan anak saya yang juga gak gemuk, takut dia mengalami apa yang dulunya saya alami
BalasHapusaku waktu kecil seringnya dimarahi ibuku sih dan memang berpengaruh ke pengasuhanku ke anak. aku kadang suka marah-marah sampai tantrum gitu kalau sudah frustrasi menghadapi kelakuan anak. huhu
BalasHapus