Bagaimana
rasanya jadi viral walau semalam? Nih daku ceritain rasanya.
Semalam
(seperti biasa) daku scroll di salah
satu media sosial. Kebiasaanku kalau lagi gabut
(kalau di sini istilahnya mbambong)
adalah berkomentar di akun-akun populer. Daku cukup tergelitik untuk menambah comment di salah satu akun medsos portal
berita yang sangat populer. Isi kontennya adalah anjuran untuk memberi jarak
minimal 3 tahun jika ingin punya anak kedua dan seterusnya.
Apa
komentarku? Simple aja sih: Bagi saya
1 anak cukup, Pak! Tak disangka hanya sebaris komentar pendek ternyata
menggetarkan notifikasi media sosial dan ada saja netizen yang menanggapinya. Lucu
aja karena mereka tuh tidak ada yang mengenalku di dunia nyata tapi komentarnya
menyentil.
Komentar
Buruk Ketawain Aja
Bagaimana
tidak tertawa kalau netizen malah ‘perang’ sendiri di kolom komentar? Banyak yang
bilang kasihan nanti anaknya terbebani karena jadi anak tunggal. Ada pula yang
bilang kalau 1 anak itu kurang, nanti siapa yang menemani di masa tua? Komentar
serupa juga bilang, kalau anaknya banyak bisa ada yang mengurus ortunya.
Komentar
itu malah dikomen balik ama netizen lain yang bilang kalau anak itu bukan
investasi orang tua. Daku pun bengong lalu kirim WA ke sohibku, Hapsari. Eh dia
langsung ikut komentar juga di sana.
Kami
malah saling tertawa dan membayangkan kalau jadi anak angkatnya artis sajalah,
alias jadi babies-nya Billie, vokalis
band kesayangan kami. Sungguh pemikiran yang absurd di tengah malam.
Sapa yang
Memberi Komentar Baik
Di
sisi lain, ada netizen yang setuju dan memberi komentar baik. Saya kasih
emoticon love atau tepuk tangan, atau menyapanya di medsos pribadinya. Nambah teman
boleh dong dan siapa tahu memang senasib.
Apakah Netizen
Kurang Urusan Sehingga Mengatur-Atur Orang Lain?
Setelah
mengalami ketiban viral maka daku
jadi mikir, mengapa ada saja segelintir netizen yang hobi mengatur orang lain? Lha
wong keputusan untuk punya anak berapa adalah hak mutlak dari seseorang. Bukan atas
perintah orang lain, bahkan keluarganya sendiri. Kurang kerjaan atau emang
hobinya berdebat?
Yang
paling parah tuh saat ada netizen yang mengejar
alias kasih komentar langsung ke akun medsos pribadiku. Kok ya pas ada foto
anakkku dan dia berkomentar kurang lebihnya begini: ”Mbak, kalau anakmu cuma 1
lalu kalau dia RIP gimana?”
HAAAAH?
Auto
istighfar karena kok bisa dia berkomentar buruk dan seakan-akan mendoakan
buruk? Setelah daku cek, ternyata akun bodong karena tidak ada postingannya
(langsung blokir aja daripada mumet). Anak memang bukan milik orang tua karena
hanya titipan dari Sang Maha Kuasa, jadi apapun yang terjadi padanya memang
diikhlaskan.
Namun
bukan berarti berharap anak orang lain mati, dengan pikiran kalau dia punya
banyak anak gak akan sedih-sedih amat. Hei! Anak bukan ban serep tetapi manusia
yang tak tergantikan.
Belajar
dari Tasyi
Sebagai
pengguna medsos kiranya kita butuh belajar menghadapi komentar ala Tasyi
Athasia. Dia pernah cerita kalau ada netizen yang tiap hari berkomentar buruk
dan dia hanya membalas begini: “Mbak, kamu ada masalah apa sampai
melampiaskannya ke aku? Semoga masalahmu cepat selesai.”
Tasyi
tidak marah tetapi malah mendoakan netizen tersebut. Sungguh mulia.
Moral of This Story
Moral of this story:
hei diriku sendiri, jangan kebanyakan scroll
medsos kalau nganggur. Lebih baik kau baca novel, menggambar, atau
melakukan kegiatan lain yang tidak menghadap gadget. Ingatlah bahwa matamu
masih dalam tahap penyembuhan dari infeksi.
Teman-teman
pernah dikomentarin negatif?