Kawan-kawan,
pernahkah melihat di tayangan televisi ketika ada bencana lalu relawan datang
berbondong-bondong untuk memberi bantuan?
Mungkin ada yang bingung, mengapa mereka mau melakukannya padahal jelas
pekerjaan itu melelahkan dan tidak ada bayarannya? Untuk memutus rasa
penasaran, maka saya mewawancarai salah satu relawan asal Malang yang bernama
Tika.
Tika
adalah seorang blogger dan di sela-sela kesibukannya ia jadi relawan di sebuah
organisasi non-profit. Organisasai itu belum terlalu lama berdiri, baru 2 tahun
ini, tepatnya di awal pandemi. Anggotanya adalah mereka yang tergabung dari
beberapa komunitas di Malang.
Kegiatan
sosial yang dilakukan oleh Tika dan kawan-kawan ada macam-macam. Mulai dari
bagi-bagi paket bantuan ke pemulung, tukang becak, dan tukang parkir sampai
bakti sosial ke panti lansia dan panti asuhan. Mereka juga memberi sembako ke pasien corona
yang sedang isolasi mandiri. Tika suka berkecimpung di organisasi non-profit
ini dan menurutnya sedekah adalah cara termudah untuk menunjukkan kepedulian
terhadap orang lain.
Tika
merasa senang melakukaan kerja sosial walau kadang terbersit rasa bahwa ia
belum bisa melakukan banyak hal untuk sesama. Apalagi jika ada kendala seperti
kurang koordinasi antar teman dalam tim. Namun ia optimis akan lebih bisa
memberi lagi dan makin kompak saat melakukan kegiatan donasi.
Mengapa
Mau Jadi Relawan?
Ketika
mewawancarai Tika maka yang paling memantik rasa ingin tahu adalah sebuah
pertanyaan ini, “Mengapa kok mau jadi relawan?”
Tika
menjawab dengan santai, “Panggilan hati
membuat saya jadi relawan.” Jawaban itu membuat hati tersentuh. Ketika tidak
ada bayaran sedikitpun, seorang relawan melakukan kerja sosial karena panggilan
dari hatinya. Tak hanya fisiknya yang digerakkan tetapi juga sukmanya bergetar
untuk memberi bantuan pada sesama, dengan cara memberi waktu dan tenaga. Bukankah
ini adalah tanda bahwa Allah yang memanggilnya karena Ia adalah penguasa hati
manusia?
Jawaban
dari Tika memberi pemahaman bahwa memberi manfaat tidak hanya dengan cara bersedekah
harta. Namun juga dengan membaktikan diri sebagai relawan. Ketika kita yang
diberi anugerah oleh-Nya dengan tubuh yang sehat maka bisa jadi relawan agar
waktu lebih bermanfaat dan sekaligus menambah pahala.
Memang
jadi relawan itu capek karena bergerak terus dalam memberi paket sembako dan
berbagai bantuan lain. Belum lagi waktu yang dialokasikan untuk penggalangan
dana, pembelian sembako, dan pemberian donasi. Namun Tika merasa senang
melakukannya karena hidupnya jadi bermanfaat. Benar-benar lelah menjadi lillah.
Memberi
Manfaat dengan Jadi Relawan
Sepenggal
cerita tentang serba-serbi jadi relawan yang dipaparkan oleh Tika membuat saya
merenung. Allah memerintahkan umat-Nya untuk memberi manfaat bagi orang lain
dan itu termasuk ibadah. Jika kita ingin
jadi umat yang bermanfaat tetapi belum punya kelebihan harta (untuk berdonasi
besar-besaran), maka bisa dengan memberi sedekah tenaga.
Namun
kalau sudah sedekah tenaga jangan cuma itu aja ya. Maksudnya jika punya gaji
bulanan atau keuntungan bisnis, tetap dialokasikan untuk sedekah uang 2,5%,
kalau bisa 10%. Sedekah tenaga bisa melengkapi sedekah uang. Di bulan ramadhan
ini selain sedekah kita juga memberi zakat dan merasakan 30 Hari Jadi Manfaat
untuk sesama.
Hidup
ini terlalu singkat jika berlalu begitu saja. Apakah kita sudah merasa
bermanfaat bagi orang lain? Manusia adalah makhluk sosial dan tidak bisa hidup
hanya untuk dirinya sendiri. Namun berikan sebagian untuk yang lain, dan
contohnya adalah dengan sedekah tenaga. Dengan makin banyak memberi manfaaat
bagi sesama maka hidup akan lebih damai.
“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jadi
Manfaat yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”