Jodoh yang paling pasti adalah kematian. Semua orang entah esok atau kapan saja akan meninggalkan dunia yang isinya siang dan malam.
(Sinta Ridwan - Berteman Dengan Kematian)
Pelan-pelan saya resapi kalimat yang teruntai di dalam buku. Kematian? Seringkali manusia lupa bahwa kehidupan dan kematian sudah ditakdirkan oleh-Nya, di lauful mahfudz. Tapi, apa yang akan saya lakukan ketika akan meninggal dunia, 8 hari lagi?
Tentu saja saya akan memerah asi. Saladin, anak tunggal saya, masih menyusu. Minimal ia bisa menyesap asi, walau stok yang ada mungkin hanya cukup untuk satu bulan. Asi perah itu akan menghangatkan lambungnya. Mencurahkan kasih sayang, walau ibunya telah tiada.
Saya tak mau ia sedih walau tak ada yang menemaninya siang dan malam. Jadi akan ada kado-kado khusus untuknya, walau ia belum mengerti. Bulan depan, ia akan mendapat bantal bergambar masha and the bear. Tiga bulan kemudian, selimut bergambar paw patrol akan menghangatkannya saat malam. Fyi, mereka adalah tokoh kartun kesukaan Saladin. November, saat ia berulang tahun, saya hadiahkan gelas plastik. Agar ia bisa minum sendiri.
Sementara di ulang tahun berikutnya, akan ada saputangan sebagai kado. Saat ia mulai tumbuh besar, sapu tangan itu akan menghapus airmata kerinduannya. Sepatu keds menjadi hadiah di tahun selanjutnya, jadi Saladin bisa berpetualang ke mana saja.
Saat ia berulang tahun ketujuh, saya memberikannya buku doa. Agar ia bisa membaca doa untuk almarhumah ibunya. Tahun berikutnya, ia bisa belajar arah mata angin dengan petunjuk dari kompas. Sebagai calon petualang cilik, ini gadget yang ia butuhkan. Di ulang tahunnya yang kesembilan, akan ada sarung sebagai hadiah. Agar ia belajar solat dengan khusyuk.
Sementara tahun berikutnya, satu set buku gambar dan krayon bisa menjadi pelampiasan emosinya. Dompet menjadi kado ulang tahunnya yang kesebelas, jadi Saladin bisa mengatur uang sakunya sendiri. Di ulang tahunnya yang keduabelas, ia bisa menenggak air putih dari botol air minum yang saya hadiahkan.
Saat ia sudah tiga belas tahun, sudah hampir aqil balig. Tasbih bisa menjadi temannya dalam perjalanan, agar ia bisa zikir setiap saat. Itu hadiah terakhir untuknya, sampai ia jelang dewasa. Nanti ayahnya akan membungkuskan barang-barang itu dan memberikannya sesuai dengan petunjuk dari saya.
Mikirnya udah jauh banget ya? Padahal waktu saya untuk tinggal di bumi tinggal sebentar. Mumpung masih ada 8 hari, saya ingin mendekatkan diri padaNya. Meningkatkan kualitas ibadah dan juga berdoa. Semoga nanti keluarga yang ditinggal akan sabar dan legawa.
Setelah salat taubat, segera menghampiri mama dan papa. Meminta maaf, karena belum bisa jadi putri yang membanggakan. Lalu segera menghadiahkan: susu kalsium untuk mama, dan setelan olahraga plus tape recorder baru untuk papa. Semoga kado kecil ini akan membuat mereka senang.
Selain orangtua, harta saya yang paling berharga adalah suami tercinta. Sejuta kata maaf terucap, mungkin ada kesalahan (yang menurut saya kecil), tapi menyakiti hatinya. Bukankah kemarahan suami adalah kemarahanNya juga? Semoga dengan maaf dan ridhonya, kelak saya bisa masuk surga.
Juga akan ada kejutan kecil untuk sang belahan hati: tiga puluh lembar surat cinta. Berisi puisi, ungkapan sayang, dan terimakasih. Karena ia telah setia mendampingi saya, hingga ajal menjelang.
Tapi ia hanya boleh membuka satu surat saja, setiap harinya. Semoga setelah membaca surat itu, ia bisa terhibur. Walau saya tak lagi ada di sisinya.
Pada salah satu surat itu, juga ada surat wasiat. Mungkin harta saya belum sebanyak Donald Trump, tapi isi dompet dan rekening wajib disedekahkan. Begitu juga dengan baju-baju, sepatu, kerudung, diberikan saja kepada fakir miskin.
Buat apa barang-barang itu, jika saya tiada? Jika suami melihatnya, ia akan terkenang, lalu berurai air mata. Jadi lebih baik untuk orang lain saja.
Kenangan manis bersama teman kuliah masih terpatri di hati. Tapi kami jarang bertemu, karena sibuk dengan pekerjaan atau urusan keluarga. Jadi setidaknya saya bisa mengunjungi rumah mereka. Membawakan brownies dan pizza buatan sendiri, bercakap-cakap dan bercanda. Mengenang masa kuliah, lalu meminta maaf. Semoga mereka mau memaafkan kesalahan dan ikhlas jika nanti saya pergi untuk selamanya.
Setelah bertemu dengan mereka, saya akan izin cuti sebentar dari kewajiban menjadi ibu rumah tangga. Menikmati kegiatan yang sudah lama tidak dilakukan: senam dan angkat beban di fitness center, lalu sauna. Setelah itu, mandi, berganti pakaian, lalu naik angkutan kota. Menikmati kemacetan di jalan. Menuju mall yang letaknya jauh dari fitness center.
Saya tak ingin berbelanja, hanya kangen makan soto betawi di foodcourt mall. Sambil mengamati orang yang lalau lalang. Duduk sendiri, merenung, ternyata manusia lahir sendiri, mati juga sendiri. Ya, saya ingin menikmati kesendirian ini. Bertanya pada suara hati, apakah sudah siap untuk pergi?
Jika nanti saya pergi, tak ada yang disesali. Karena sebelum meninggal dunia, saya ingin mewujudkan obsesi lama: belajar merias wajah. Kebetulan ada teman perias yang mengajar privat juga.
Walau mungkin hanya sekali, setidaknya saya bisa merias muka sendiri. Lalu beranjak pulang dan memberi kejutan kepada sang suami. Berharap ia bahagia karena melihat istrinya tampil istimewa, hanya untuknya.
Bahagia? Ya, walaupun nanti suami, anak, dan orangtua sedih, tapi hati saya terasa bahagia. Karena akan bertemu dengan sang Maha Pencipta. Meninggalkan dunia dengan damai. Mengakhiri hidup dengan senyuman.
Kata orang jaman dulu, hidup hanya mampir ngombe (mampir minum). Hanya sekejap. Sebelum malaikat maut menjemput, saat nyawa masih di kerongkongan, saya berbisik: terimakasih. Walau hanya sebentar, tapi saya diberi kehidupan yang penuh cinta.
Tulisan ini diikutkan dalam dnamora Giveaway