Mama!
Air mata menetes terus
ke pipinya. Saladin yang baru bangun tidur lalu memelukku erat-erat. Tumben dia
menangis pagi-pagi? Padahal dia sudah 12 tahun, dan seingatku terakhir dia
bangun sambil mewek adalah ketika berusia 5 tahun.
Setelah itu Saladin
kupeluk erat-erat. Dia pun perlahan berhenti menangis. Kujelaskan kalau tadi
itu aku keluar sebentar untuk beli sarapan, bukan pergi jauh dan meninggalkannya
selama berhari-hari.
Boys
Don’t Cry?
Punya anak laki-laki
adalah sebuah anugerah sekaligus tantangan. Sebagai orang tua, kita tuh wajib
mendidiknya agar jadi anak yang mandiri, berani, tegas, tegar, sekaligus
kreatif. Karena laki-laki adalah calon pemimpin rumah tangga, jadi tidak boleh
lembek.
Tak heran ada ungkapan boys don’t cry. Tapi apakah berlaku untuk semua anak laki-laki? Lantas
ketika dia menangis, entah karena mimpi buruk atau hal lain, malah dimarahi
habis-habisan?
Menangis
Bukan Cengeng
Mari kita sadari bahwa
tangisan bukan berarti cengeng dan anak laki-laki boleh menangis. Karena itu
adalah salah satu bentuk emosi. Asalkan menangisnya tidak berlarut-larut.
Apalagi kalau anakknya
tipe melankolis yang memang cenderung lebih sensitif. Perasaannya lebih halus
dan hatinya lembut. Jika dia menangis belum tentu cengeng. Jangan malah diejek
dan dibilang, ‘Idih, kok nangisan, kayak anak cewek!’ Padahal anak laki-laki
maupun perempuan boleh menangis, asal setelah itu ditenangkan.
Mencari
Penyebabnya
Daripada emosi ketika
anak menangis, lebih baik mencari penyebabnya. Bisa jadi anak mewek karena
habis mimpi buruk. Bisa jadi dia menangis karena sakit, atau lagi caper aja.
memang kudu sabar seluas samudera menghadapi anak menangis, sambil mencari
sebabnya.
Memvalidasi
Emosi Anak
Setelah dapat penyebab
tangisan anak, baru kita validasi emosinya. Jadi anak dikenalkan bahwa ada
bermacam-macam emosi, termasuk kesedihan. Tangisan harus diterima dan diresapi.
Baru setelah itu anak ditenangkan dengan cara dipeluk. Bukannya disangkal atau
dicegah, lagi-lagi karena alasan boys don’t
cry.
Anak yang perasaannya
tidak divalidasi bisa berbahaya lho. Dia bisa jadi lebih mudah emosi atau
berlarut-larut dalam kesedihan, kelak ketika dewasa. Kalau masih bingung
bagaimana cara memvalidasi emosi anak, bisa konsultasi ke konselor keluarga
atau psikolog.
Menenangkan Orang Tua
Lantas bagaimana jika
anak nangis tapi kita tuh jadi emosi dan malah rasanya pengen mukul? Wahh,
bahaya banget. Bisa jadi ada inner child yang
belum sembuh. Karena dulu pas kecil, kita terlalu sering dimarahi saat
menangis, jadi pas dengar anak nangis bukannya kasihan tapi malah marah-marah.
Tenang dulu, tarik
nafas panjang. Kalau memang inner child masih
ada, ya butuh disembuhkan dengan cara terapi. Bisa dengan cara belajar mindfulness atau konsultasi ke
psikiater. Ingat ya, ke psikolog atau
psikiater bukan berarti gila. Namun adalah salah satu usaha untuk menyembuhkan
luka batin sehingga akkan terjadi keseimbangan mind, body, and soul.
Menghadapi anak yang
menangis pagi-pagi memang butuh kesabaran yang luar biasa. Anak-anak jangan
dipaksa diam atau malah dibentak, nanti malah tambah sakit hati. Jangan juga
mengecap anak dengan sebutan ‘cengeng’ karena bisa jadi dia belum paham bagaimana
cara memvalidasi emosinya.